Hari Tembakau, Optimalisasi Pajak Rokok untuk Pelayanan Kesehatan
TRANSINDONESIA.CO | Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei mendatang, Kementerian Kesehatan menggelar Dialog Publik: Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah (PRD) dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang digelar secara daring dan luring pada Kamis (29/4/2021).
Membuka dialog, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan bahwa hingga kini prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa terdapat peningkatan prevalensi merokok penduduk umur 10 Tahun dari 28,8% pada tahun 2013 menjadi 29,3% pada tahun 2018.
Sekarang ini, kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang dewasa, namun juga semakin marak pada kalangan anak dan remaja. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya prevalensi merokok pada populasi usia 10 hingga 18 Tahun yakni sebesar 1,9% dari tahun 2013 (7,2%) ke tahun 2018 (9,1%).
Tentunya hal ini menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya masalah kesehatan baru terutama Penyakit Tidak Menular (PTM) sebagai akibat dari merokok.
“Peningkatan konsumsi rokok ini juga berdampak pada beban biaya kesehatan. Data BPJS Kesehatan tahun 2019 menunjukkan bahwa jumlah kasus Penyakit Tidak Menular akibat konsumsi tembakau seperti jantung, stroke, kanker adalah 17,5 juta kasus dengan biaya lebih dari 16,3 triliun rupiah,” kata Wamenkes.
Hal ini tentunya mendorong pemerintah untuk terus melakukan upaya-upaya pencegahan mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Di tingkat pusat, Kementerian Kesehatan bersama Kementerian/Lembaga terkait berupaya melindungi masyarakat dari paparan asap rokok dengan meningkatkan cukai rokok, melarang iklan rokok serta kebijakan kawasan bebas rokok.
Sementara itu, penguatan kepada daerah dilakukan dengan meningkatkan kemampuan daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan serta membatasi konsumsi rokok serta melindungi masyarakat terhadap dampak negatif dari rokok, salah satunya dengan menetapkan Pajak Rokok Daerah (PRD).
Secara spesifik aturan penggunaan pelayanan kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 53 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Wamenkes berharap melalui PRD dan DBHCHT, daerah dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan berbagai inovasi untuk mengurangi peredaran dan konsumsi rokok di daerahnya, semakin meningkatkan pelayanan kesehatan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai.
“Program ini harus secara masif tereskalasi di 34 provinsi dari 514 Kabupaten/Kota se-Indonesia,” pinta Wamenkes.
Pihaknya menegaskan bahwa masalah rokok adalah masalah bersama. Tentunya perlu dukungan dari seluruh pihak agar apa yang menjadi harapan bersama yakni menuju Indonesia sehat 2045 mendatang tercapai. [zul]