Panggilan Jiwa Nashar
TRANSINDONESIA.CO – “Berkesenian ya berkesenian bukan cari makan karrna cari makan ya cari makan“
Kalimat di atas menurut saya keras dan menunjukkan kecintaan kebanggaan dan penghayatan atas hidup berkesenian Nashar yang begitu dalam. Ia tidak mempedulikan bagaimana ia mesti mencari makan atau urusan lain. Ia memasrahkan hidupnya untuk melukis, siang malam ia terus melukis dan melukis. Ia menikmati dan menghayati terlihat dalam karya karyanyq ada jiwanya yang mengalir dalam karyanya. Getaran getaran atas torehan warna dan pilihan warna menjari harmoni satubdengan lainnya.
Apa yang dikatakan Ayip Rosidi tentang Nashar bahwa ia melukis ya melukis tidak memikirkan untuk laku atau tidak orang lain suka atau tidak. Nashar benar benar mencoba menghayati apa yang ia lakukan dalam melukis. Pertanyaan dari Chairil Anwar membuatnya terus merenungkan berkaitan dengan masalah penelitian atas jiwa penderitaan. Chairil Anwar memuji Nashar rajin menggambar membuat sketsa melukis tentang penderitaan dan dikatakannya juga Nashar cukup peka akan pemderitaan, namun apakah sudah meneliti atas jiwa yang sedang menderita.
Mungkin itulah yang menjadi spirit dan passion Nashar dalam melukis dan melukis dalam kondisi laparpun ia bisa melukis siang dan malam. Nasharpun terpacu apa kata Affandi untuk terus melukis dan kalau mencari uang ya secukupnya selebihnya gunakan untuk melukis. Nashar yang mulanya oleh Sudjojono tidak berbakat, namun oleh Sudjojono diberi peluang dan kesempatan mencoba lagi bahkan saat diperbolehkan ikut belajar ini membuat Nashar sadar bahwa jalan hidupnya menjadi pelukis. Ayah Nashar menginginkan ia menjadi insinyur. Namun panggilan jiwanya unyuk menjadi pelukis ternyata jauh lebih besar walaupun pada saat itu menjadi pelukis dalam pandangan orang kebanyakan adalah kesia siaan termasuk juga ayahnya.
Menjalani suatu panggilan jiwa itu tidak mudah dan tentu juga sarat atau penuh perjuangan bahkan pengorbanan. Dari berbagai tulisannya Nashar menunjukkan kepiawaiannya menyampaikan pikiran dalam kalimat kalimat. Ia memiliki kekaguman akan Vincent van Gogh pelukis ekspresionis dari Belanda. Iapun berkali kali menunjukkan betapa perjuangan Van Gogh di dalam melukis walaupun hidupnya tragis. Nashar dalam berkarya mengajarkan untuk berdialog mengenal dengan alam lingkungan karena itulah guru sejatinya. Melukis menurutnya memerlukan adanya suatu dorongan dari dalam yang akan menggerakkan jiwa dan inderanya. Melukis baginya bemar benar sebagai panghilan jiwanya. Nashar mengajarkan juga jangan terjebak pada kulit kulitnya namun tangkaplah jiwanya. Hal yang absurd tidak mudah untuk dimengerti dan dipahami namun itulah hakekat dari melukis. Mungkin saja kalau Nashar menggambar seorang pejabat atau siapa yang ia lukis adalah penderitaannya sebagai manusia.
Dari berbagai cerita orang orang yang dekat dengan Nashar ia tidak mempedulikan akan karyanya bahkan kadang disuruh membelinya berapa saja harganya. Nashar bersahabat dengan pelukis Oesman Efendi (OE) dengan pelukis zaini juga pelukis Rusli. Menurut Nashar kebebasan itu dilakukan jangan ada belenggu, maksud Nashar melukis yang ragu ragu atau takut jelek takut tidak disukai terganggu konsep dan teori atau apa saja yang justru tidak lagi membuatnya bebas. Mungkin ini yang membuat Nashar dengan prinsip 3 non: non kpnsep, non teknis dan non estetika.
Karya Nashar menurut Ayip Rosidi aneh berbeda dengan orang lain namun menurutnya enak enak saja dalam karya Nashar. Ayip Rosidi sering membantu Nashar untuk dapat melukis, ia memgoleksi juga karya karya Nashar. Bahkan Ayip Rosidi membagun pondok pesantren Nashar yang dikelola anaknya. Persahabatan Ayip dengan Nashar sering dianalogikan persahabatan antara Theo dengan Van Gogh. Nashar sendiri tidak mempedulikan akan hidupnya walau selalu ada masalah dengan keuangan. Baginya melukis itu nafas dan bagian dari hidupnya. Karya karya banyak tersebar di mana mana. Apresiasi atas karya dan keteguhan atas perjuangannya tidak sia sia. Ia memilih panggilan jiwa yang benar benar dihayati bukan sekedar ikut ikutan. Sudjojono melihat Nashar sebagai orang yang gigih oleh karenanya terus diberi kesempatan. Bahkan bukanlah andalan dalam melukis melainkan dorongan jiwa keberanian dan tekun dalam berproses.
Nashar menjadi ikon seniman sejati. Apa yang ia lakukan telah menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban bangsa ini. Nashar sang maestro memberikan keteladanan yang luar biasa bagi para seniman seniman muda dari generasi ke generasi. Panghilan jiwanya telah diikuti hingga akhir hayatnya jasadnya sudah tiada namun jiwa dan karyanya abadi sepanjang masa.**
Jakarta 140121
Chyshnanda Dwilaksana adalah Pemerhati dan Pecinta Seni Budaya Nusantara dan Creator Kampoeng Semar