Forensic Policing
TRANSINDONESIA.CO – Pemolisian forensik merupakan bagian membangun polisi super/ super cops yaitu petugas polisi yang pemolisiannya memiliki kompetensinya berkualitas tinggi mampu memberikan pelayanan kepada publik secara prima.
Di era digital polisi super ini mampu bekerja secara aktual, secara virtual maupun secara forensik. Secara aktual dapat dikategorikan dalam hal pemolisian yang manual atau bisa dikategorikan konvensional dan masih bertemu face to face. Pemolisian secara virtual dapat dikategorikan sebagai e-policing atau pemolisian secara elektronik berbasis pada back office, aplication (dengan artificial intellegence) dan net work (berbasis internet of thing) dengan membangun big data system dan one gate service system. Pemolisian forensik dalam konteks ini bisa saja membangun pola pemolisiannya maupun penyiapan petugas kepolisian secara replika genetik.
Polisi super dalam konteks aktual, virtual dan forensik merupakan basis bagi polisi dan pemolisiannya, karena dalam era digital sekalipun cara-cara aktual masih diperlukan dan kemampuan-kemampuan dasar pada penanganan kejahatan konvensional diperlukan polisi polisi tangguh secara fisik atau otot prima. Pemolisian virtual maupun forensik diperlukan otak atau kemampuan intelejensia tinggi untuk mampu menghadapi kejahatan siber maupun kejahatan biologi kimia maupun nuklir.
Pelemahan atas pertahanan suatu bangsa dapat dimulai menggerus dari keamanan dan rasa aman. Masalah nuklir biologi kimia dan fisika (nubika) pun menjadi trend kejahatan baru yang dapat melumpuhkan produktifitas masyarakat dan memicu terjadinya konflik sosial yang besar.
Masalah pandemi Covid-19 yang melanda hampir di seluruh dunia mampu melemahkan bahkan mematikan secara fisik maupun psikis. Kekuatan polisi super ini tentu juga dituntut memiliki spirit sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan.
Membangun polisi super tentu memerlukan energi besar dari proses rekrutmen, proses pembentukan, proses edukasi, proses penggunaannya, merupakan pemikiran Prof.Satjipto Rahardjo yang memikirkan bagaimana seorang petugas polisi memiliki otak, otot dan hati nurani sebagai Bhayangkara sejati (penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan sebagai pejuang kemanusiaan).
Proses rekrutmen, proses pembentukan, proses edukasi, proses penggunaannya, proses pemeliharaan dan perawatan hingga proses pengakhiran dinasoses pemeliharaan dan perawatan hingga pengakhiran dinas. Pada konteks polisi super untuk dikembangkan dibangun secara O2H (otak otot dan hati nurani).
Pemolisian di era digital kita dapat mengenal dan memahami e-policing atau pemolisian yang berbasis elektronik. Sistem big data menjadi bagian one gate service. Di samping e-policing, perlu memahami dan mengembangkan forensic policing. Yang dimaksud dengan forensic policing adalah pemolisian yang berbasis pada ilmu pengetahuan secara makro maupun mikro sebagai pemolisian yang berkaitan dengan nuklir, biologi, kimia, fisika (nubika) maupun ilmu ilmu lainnya.
Pemahaman akan masalah keteraturan sosial yang terganggu atau terhambat bahkan rusak akibat nubika perlu penanganan secara profesional tidak sebatas kulit-kulitnya melainkan sampai dengan tingkat yang paling mendasar. Dampak dari nubika sangat luas dan petugas kepolisian bidang forensik perlu dibangun melalui forensic policing.
Pemolisian forensik (forensic policing) sudah dilakukan namun perlu ditumbuh kembangkan secara komprehensif mulai dari rekrutmen pendidikan penggunaan hingga pengakhiran dinasnya. Kepolisian sudah memiliki satuan tugas identifikasi, satuan tugas nubika, laboratorium forensik maupun penelitian dan pengembangan.
Di masa pandemi Covid-19 sekarang ini bisa dikatakan kegiatan sosial kemasyarakatan terdampak bahkan ada yang mati sama sekali tidak lagi bisa bertahan. Covid-19 mematikan manusia sebagai mahkluk sosial karena tingkat penularannya yang tinggi dan untuk menghambat penularannya diperlukan physical distancing bahkan social distancing.
Tatkala kita teliti lebih mendalam, Covid-19 merupakan virus yang menyebar begitu cepat dan dapat menimbulkan kematian. Covid-19, mungkinkah ini suatu pandemi atau rekayasa atas biologi untuk meneror dunia? Bisa saja demikian walaupun belum ada hasil riset yang mendukung dan belum ada pernyataan resmi atas penyebab Covid-19. Semua masih samar namun kehidupan masyarakat yang produktif sudah terdampak di semua lini.
Di era new normal atau kenormalan baru berbagai cara secara teknologi telah dilakukan dengan profesional dan ditambah standar protokol kesehatan. Covid-19 telah memakan banyak korban dan penanganan secara holistik atau sistemik belum dilakukan terutama yang berkaitan dengan pemolisian forensik. Model pemolisian forensik saatnya dikembangkan dalam memberikan pelayanan keamanan dan keselamatan bahkan kesehatan yang berkaitan dengan dampak dari rekayasa sosial.
Nubika dapat dijadikan alat atau sarana rekayasa sosial yang menghambat, merusak bahkan mematikan produktifitas, maka polisi dan pemolisiannya siap dengan forensic prolicing.
Dampak dari nubika tidak nampak seketika, namun berdampak sangat luas sebagai contoh pandemi Covid-19, kebocoran atas reaktor nuklir, dsb. Semua dampak dari rekayasa nubika dapat melemahkan pertahanan dan ketahanan negara. Tatkala produktifitas terganggu maka dampak atas daya tahan daya tangkal bahkan daya saing suatu bangsa akan melemah.
Serangan serangan teroris dengan nubika dapat melumpuhkan sistem pelayanan publik hingga merontokkan tingkat kepercayaan dalam maupun luar negeri. Kompetensi para petugas kepolisian di bidang forensik saatnya dibangun dididik dilatih ditransformasi kemampuannya sebagai polisi forensik. Yang siap menangkal menghadapi dan merehabilitasi kerusakan sosial dampak dari rekayasa nubika.
Forensic policing (FP) dapat dibangun melalui:
1. Political will (dukungan keputusan politik)
2. Kepemimpinan yang kebijakannya berpihak pada pengembangan FP
3. Penyiapan konsep dasar hingga pengembangannya
4. Penyiapan SDM yang akan mengawaki (dari rekrutmen pendidikan dan latihan penggunaan perawatan hingga pengakhiran atau purna tugas)
5. Peralatan pendukung (laboratorium, forensik, dsb)
6. Program riset atau penelitian bagi pencegahan penanganan hingga rehabilitasi dampak rekayasa nubika
7. Tim transformasi sebagai support team yang mendukung secara konseptual maupun manajerial
8. Membuat model model implementasi dalam suatu pilot project
9. Penyelenggaraannya perlu di monitor dan terus dievaluasi
10. Pola pengembangannya disesuaikan dengan model-model untuk prediksi antisipasi serta solusinya.**
Penulis: Brigadir Jenderal (Polisi) Prof. DR. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si