Brexit, Agenda Utama KTT Uni Eropa

TRANSINDONESIA.CO – KTT Uni Eropa kembali membahas tenggat Brexit, Kamis (15/10). Para pemimpin Uni Eropa menekankan pentingnya mendapatkan kesepakatan yang baik bagi para nelayan. Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mengatakan masalah perikanan sangat penting dalam putaran terakhir negosiasi Brexit.

“Terkait Brexit, saya tegaskan: Ada beberapa poin yang masih harus dibahas dan belum ada solusinya. Salah satunya adalah perikanan. Kita tidak akan membiarkan nelayan dikorbankan untuk Brexit. Kita tidak memilih Brexit; Brexit adalah pilihan rakyat Inggris, jadi kita harus mempertahankan akses nelayan kita ke perairan Inggris,” kata Emmanuel Macron.

Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen juga menekankan pentingnya masalah perikanan ini dalam Brexit. “Banyak yang sudah diselesaikan namun masih ada dua isu penting yang belum tuntas. Pertama, masalah perikanan. Ini penting bagi ribuan nelayan. Masalah kedua adalah aturan main yang sangat penting, masalah keadilan bagi perusahaan dan bisnis di Uni Eropa,” jelasnya.

Masalah perikanan seharusnya diselesaikan pada Juli lalu sehingga bisa memberi waktu bagi industri untuk beradaptasi, namun itu menjadi tenggat lain yang terlewatkan.

Perancis, terutama oleh Inggris, dianggap sebagai salah satu negara yang paling tidak mau berkompromi, terutama dalam masalah akses kapal Perancis ke perairan penangkapan ikan Inggris.

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan setiap kesepakatan yang dicapai, harus “adil”. “Kita menginginkan kesepakatan, tapi tentu saja tidak mengorbankan segalanya. Ini harus menjadi kesepakatan yang adil dan bisa menguntungkan kedua pihak. Kesepakatan yang pantas diupayakan. Dan kita tentu mendukung perundingan Barnier dan Ursula von der Leyen,” jelas Angela Merkel.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah menetapkan hari pertama KTT Uni Eropa pada Kamis sebagai tenggat guna memperoleh kesepakatan perdagangan dan keamanan, untuk menggantikan keanggotaan Uni Eropa yang berakhir pada 31 Januari.

Masa transisi akan berakhir pada 1 Januari sehingga memaksa para perunding untuk bekerja secepatnya, jika ada kesepakatan yang masih harus mendapatkan persetujuan legislatif dan peninjauan hukum, sementara waktu yang tersisa sangat terbatas. [my/ka]

Sumber : Voaindonesia

Share