MELAYANI: Ilmu Paling Tinggi dan Paling Sulit?

TRANSINDONESIA.CO – Melayani sering kali menjadi jargon atau mungkin judul saja faktanya malah sebaliknya. Melayani merupakan kemampuan merendahkan diri untuk memahami bukan meminta dipahami. Melayani refleksi atas ketulusan hati dengan penuh kesadaran tanpa pamrih dan memberikan sesuatu yang terbaik.

Membangun kesadaran bagi suatu pelayanan merupakan proses bagi perwujudan suatu tanggung jawab. Bukan karena ketakutan bukan karena keterpaksaan atau karena pamrih akan mendapatkan sesuatu. Melainkan kemampuan melepaskan diri dari ego atau akuisme.

Konsep melayani adalah seperti lilin yg terus menerus menerangi walau dirinya meleleh. Manjing ajur ajer, seperti garam yang menggarami hingga lebur menyatu. Melayani juga merupakan sikap semeleh mampu bersyukur atau mensyukuri bahkan mampu menikmati walau dalam kondisi sesulit apapun.

Melayani merupakan sesuatu yang manusiawi dalam memanusiakan sesamanya. Sikap melayani merupakan kemampuan melepaskan belenggu-belenggu semu akan keduniawian. Menanggalkan sikap dan sifat serakah. Melepaskan sikap ego dan candu candu narsis yang menyebabkan mudah sakit hati, mudah tersinggung mudah menghakimi dan selalu mengeluh menuntut sesuatu.

Pada dasarnya, manusia diselimuti rasa ingin diterima dipuji puji dihormati ditempatkan pada tempat yang lebih dari yang lain.

Tatkala ada kritik marah. Ada yang berbeda langsung tersengat menghakimi. Ngrasani hingga membenci sering kali dilakukan tanpa mengedepankan logika dan tanpa memikirkan dampaknya.

Manusia pada umumnya minta dipahami, dilayani. Sikap narsis atas aku ismenya memamerkan aku, aku, dan selaku aku. Berat untuk memuji mudah mencela. Integritas lenyap dan memposisikan dirinya lebih. Inginnya selalu terbang tinggi tidak mampu melihat ke bawah. Tidak peduli kepada yang menderita atau termarginalkan.

Orang orang yang mampu melayani merupakan orang yg merdeka. Salah satu kata kata mutiara dar penyair Rabindranat Tagore mengatakan: “di dalam mimpi aku melihat bahwa hidup adalah kebahagiaan, tatkala aku bangun aku menghadapi bahwa hidup adalah kewajiban. Dan ketika mampu menjalani kewajiban di situlah ada kebahagiaan”.

Orang orang yang mampu melayani adalah orang-orang yang bahagia karena mendahulukan kewajiban. Kemampuan merendahkan diri untuk memahami merupakan suatu pengorbanan. Pengorbanan membutuhkan kepekaan kepedulian dan bela rasa kepada sesama.

Kewenangan, kekuasaan untuk memberdayakan sumber daya tatkala tidak dijiwai kemampuan melayani maka kuasanya akan menyengsarakan. Apa yg dilakukannya sarat dengan kepura-puraan, kemunafikan. Topeng basa basi, menipu diri sendiri menjadi pemandangan lumrah. Tak mampu membedakan mana kambing mana anjing. Kewenangan dan kekuasaan diberikan untuk melayani. Tatkala sebaliknya yang dilakukan maka justru menjadi minta dilayani.

Orang orang yang selalu minta dilayani dipahami maka budinya akan menguap lenyap. Lembaga lembaga publik sebagai punggawa penyelenggara negara melayani merupakan suatu kebanggaan dlm memenuhi kewajiban.

Kewenangan kekuasaan merupakan sarana untuk melayani bukan sebaliknya.

Melayani dengan tulus hati berdampak pada empowering, pencerdasan, penguatan sekaligus melindungi dan mengayomi. Melayani anti premanisme, bertentangan dengan pemerasan maupun penyuapan.

Apa yang menjadi bagian dari pelayanan merupakan proses membangun karakter dan integritas.

Tinggi dan sulitnya melayani adalah menyangkal diri dan mampu menunjukkan keutamaannya.

Melayani memang mudah diucapkan namun sangat sulit dilakukan. Disitulah tingginya nilai dari suatu pelayanan dan tentu sulit dilakukan karena memerlukan nyali dan keberanian berkorban.**

[Chryshnanda Dwilaksana]

Share