TRANSINDONESIA.CO – Usai lebaran, acap bincang virtual dengan Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, dan Datok Chairul Munadi. Kami sepakat menggiatkan webinar pemikiran hukum Tengku Amir Hamzah –yang pernah mengenyam pendidikan tinggi ilmu hukum di Batavia: Recht Hooge School (RHS).
Pun, ketika periode pengabdian 1936-1946, meminjam klasifikasi Muhammad Takari, Ph.D, sosok Amir Hamzah pernah menjabat Kepala Mahkamah Langkat. Mengutip Prof.Johar Arifin, banyak putusan Amir melampaui zaman, kiranya ia hendak utamakan etik humanisme yang universal. Restorative Justice, depenalisasi, pro tindakan (maatregelen) bukan pemenjaraan; untuk menyebut beberapa jejak hukum sang Hakim Amir.
Jika Sam S.Souryal, guru besar etika hukum Sam Houston State University, mengutip syair Kahlil Gibran bertitel ‘Kejahatan & Hukuman’, maka idemditto sisi etik syair Amir. Postulat patik, bahwa pada syair; ada nilai dan kaidah mengalir! Syair Gibran: ‘Dan bagaimana Anda akan menghukum orang yang rasa penyesalannya lebih besar dari perbuatan buruknya?’ Amir Hamzah: ‘Ke bawah peduka Indonesia-raya’.
***
Pada 30-05-2020, dihelat webinar “Pemikiran Hukum Amir Hamzah”, ya.., setelah sebagai manusia, penyair dan Pangeran dari Seberang, pun tokoh pergerakan, konseptor Sumpah Pemuda. Label itu dikutip dari buku Abrar Yusra, Nh.Dini dan Djohar Arifin Husein.
Siapa tak kenal Dr. H.B. Jassin? Jassin berikut Asrul Sani, Kemala, Abrar Yusra, Achdiat Karta Miharja. Juga, Adjib Rosidi, Goenawan Mohammad, Abdul Hadi W.M., berhimpun serempak menulis buku bertitel ‘Amir Hamzah 1911-1945 Sebagai Manusia dan Penyair’ (1996, Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin). Serupa, Nh.Dini menulis biografi ‘Amir Hamzah Pangeran dari Seberang’ (2011, Gaya Favorit Press).
Akankah setelah Webinar akan ada buku berjudul ‘Amir Hamzah, Sebagai Manusia, Penyair dan Pemikir Hukum’?, atau melengkapi Nh.Dini, ‘Amir Hamzah Pangeran dari Seberang dan Kepala Mahkamah’? .
Webinar berhasil menguak hal baru yang bisa dituliskan jamak. Kiranya dari rangkuman Webinar, kita memasuki gerbang besar dengan horizon baru tak rabun pemikiran hukum, bahwa pada syair ada nilai dan kaidah mengalir! Itu catatan patik sebagai miderator: ada “nasab” ide hukum Amir dari pembentangan hal ikhwal ihwal ‘Pemikiran Hukum Amir Hamzah’.
Akankah buku syair, sejarah dan pemikiran Amir Hamzah bakal ditulis lebih dari yang bisa dibaca setakat ini? Demi, ‘Ke bawah peduka Indonesia-raya’ (T.Amir Hamzah, Buah Rindu, Jakarta, Solo, Jakarta: 1928-1935).
Begitu hukum kekekalan “nasab” pikiran yang otentik dan berdimensi etik. Kata Sam Soryal, hukum berubah berkali-kali, tapi etik konstan, universal dan abadi. Juga, ada tenaganya. Tabik.
Jakarta, Ahad 31 Mei 2020
[Muhammad Joni]