Diskresi Kebijakan Publik: Bijaksana atau Bijaksini?

TRANSINDONESIA.CO – Setiap aturan atau keputusan yang telah disepakati tentunya dijalankan dipatuhi diindahkan dan ditegakkan. Bagi yang melanggar diberi sanksi. Namun faktanya apakah demikian? Hukum atau aturan untuk manusia bukan manusia untuk hukum. Tentu juga bukan manusia untuk dihukum.

Tatkala hukum diterapkan atau ditegakkan tidak diketemukan kemanusiaan atau bertentangan dengan rasa kemanusiaan ini perlu dipertanyakan kembali. Hukum merupakan kesepakatan sosial yang untuk penerapannya harus dipaksakan. Atau memaksa atau memiliki dampak upaya paksa.

Efek dari penegakkan hukum atau penerapan hukum yang dipaksakan bisa saja berbeda atau bertentangan dangan kemanusiaan atau berdampak luas atau kehidupan bagi manusia dan kemanusiaan. Lihat saja tatkala penerapan hukum bagi pelanggar hukum yg masih di bawah umur. Atau pelaku penyimpangan dari hukum karena keterpaksaan untuk hidup atau untuk kepentingan kesehatan atau kepentingan yang lebih luas. Banyak hal lain yang menjadi pertimbangan.

Diskresi merupakan kebijaksanaan pengabaian hukum atau pelonggaran hukum demi; kemanusiaan, keadilan, kepentingan umum atau untuk edukasi.

Landasan diskresi adalah nilai norma moralitas di luar itu bisa menjadi potensi penyimpangan bahkan menjadi tindakan korupsi. Kebijaksanaan dalam diskresi adalah suatu ketulusan bukan pamrih atau rekayasa yang dibuat buat seolah olah baik di ujungnya ada kepentingan sesuatu baik barang uang atau peluang kesempatan yang terkait dengan sumber daya.

Trans Global

Diskresi ini sebenarnya bisa dalam konteks yang luas tidak sebatas perorangan tetapi bisa juga diskresi birokrasi dan juga diskresi justisia atau diskresi yang terkait pada restorative justice. Bisa juga dikaitkan untuk alternative dispute rosolution. Kendali dari diskresi ada pada nurani dan moralitas untuk benar-benar menunjukkan kebijaksanaanya bukan untuk memeras atau membackingi perkeliruan atau sesuatu yang ilegal.

Diskresi ini bisa digambarkan seperti kue donat ranah pada lobang tengah itulah ranah diskresi demi kemanusiaan, keadilan, kepentingan yang lebih luas dan edukasi yang dibatasi nilai, norma, etika, moral. Di luar itu merupakan korupsi. Pengabaian hukum yang berdampak pada terjadinya penyimpangan dapat dilihat sebagai diskresi aktif dan diskresi pasif. Diskresi pasif semestinya bertindak tetapi tidak bertindak atau pembiaran karena sudah menerima sesuatu atau suap. Sebaliknya diskresi aktif, yang semestinya tidak melakukan tindakan tetapi melakukan tindakan karena ada keinginan atau harapan untuk mendapatkan sesuatu atau pemerasan.

Diskresi pada kebijakan publik ini merupakan suatu solusi jalan tengah untuk memberikan dispensasi dengan persyaratan tertentu krn ada sesuatu dampak yang luas. Tindakan diskresi dalam kebijakan publik merupakan solusi dengan kesepakatan bersama yang merupakan solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak karena ada kepentingan kemanusiaan atau bagi harkat hidup bagi banyak orang. Ini yang menjadi pertimbangan atau menjadi dasar menemukan akar masalah dan solusi yang diterima semua pihak.

Diskresi pada ranah kebijakan publik dapat juga merupakan keputusan berat yang harus diambil dengan berbagai resiko terburuknya. Namun apa yang menjadi keputusan itu merupakan sesuatu yang bijaksana yang tulus sesuai dengan landasan atau dasar dasar diskresi bukan bijaksini yang sarat kepentingan atau adu kekuatan untuk saling menekan.**

[ Chryshnanda Dwilaksana]

Share