TRANSINDONESIA.CO – Amanat konstitusi negara kita salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, mensejahterakan, menjaga kedaulatan NKRI. Indonesia sebagai negara yang ber-bhinneka tentu potensi konflik dan perpecahannya begitu besar. Para bapak bangsa menyadari bahwa hanya bangsa yang cerdas, berdaulat, adil dan makmur yang mampu merawat dan menjaga NKRI.
Apa yang dilakukan dengan berbagai upaya secara persuasif preemtif, preventif, represif bahkan rehabilitasi seringkali dilarutkan dengan hal-hal yang provokatif. Ujaran kebencian primordialisme itu yang sering dihembus-hembuskan.
Kemudahan diprovokasi karena lemah dan rendahnya tingkat literasi. Apa yang dibuat dan disampaikan orang-orang yang dengan semangat menggebu-gebu langsung ditelan dianggap sebagai suatu kebenaran. Apa yang dianjurkan untuk merusak, memusuhi bahkan membunuh pun bisa dilakukan. Masalah politik identitas misalnya, sebenarnya banyak hal yang secara kasat mata dan logika merusak peradaban, namun faktanya banyak juga yang mampu di perbudak otak dan hatinya sehingga percaya dan bangga dijadikan umpan-umpan anarkis.
Menyelesaikan masalah atau konflik dengan masalah baru. Asal kroyokan dianggap benar. Bertopeng kesucian dan pembenaran-pembenaran menyerang, menyudutkan, menghakimi, memaksakan kehendak seolah-olah akan membangun pelataran surga. Banyak lagi konflik-konflik primordial yang mengandalkan pokok e. Model-model balung kere yang jelas merusak peradaban dan kedaulatan bangsa terus ditabur dan memberdayakan media sebagai kepanjangan lidah dan corong suaranya. Apa saja yang berseberangan langsung dilabel bahkan dibenci.
Sadar atau tidak, apa yang dilakukan apa yang dihembuskan menggerus jiwa nasionalisme. Cara-cara pintas yang merusak peradaban yang sebenarnya memuakkan dan memalukan justru dibangga-banggakan. Hal itu jiwa patriotisme dan solidaritas sosialnya semu. Penuh kepura-puraan karena perjuangannya pamrih.
Literasi sosial kemanusiaan atau literasi kebangsaan, literasi seni budaya yang dibangun untuk: 1. Menyadarkan 2. Mencerdaskan 3. Memberi pencerahan dan mengajak untuk mengendalikan perasaan dengan kewarasan berpikir secara bijaksana. Ini yang diharapkan untuk mampu mengcounter bahkan memperbaiki gerusan-gerusan peradaban.
Menyadarkan ini sesuatu tingkat kedewasaan suatu peradaban. Karena orang-orang yang sadar ini waras dan berani keluar dari zona nyaman. Berani meninggalkan pemikiran-pemikiran yang terbelenggu kadang dianggap sebagai pembenaran dan disakralkan. Tatkala sadar maka akan mampu menuju kecerdasan dan kewarasan. Dalam kondisi sadar inilah mampu mengetahui siapa diri dan jati diri bangsanya. Mampu memahami dan menghargai orang lain. Mampu menahan diri. Mampu berpartisipasi dalam menjaga mempertahankan mampu menunjukkan keberadabannya. Bahkan mampu berdaya saing secara waras dan terhormat sebagai bangsa yang bermartabat.
Sadar cerdas bermoral modern cara merawat kebhinekaan dan menjaga kedaulatan bangsa yang berdaulat bermartabat beradab adil dan makmur.***
[Chryshnanda Dwilaksana]