RAJA’ Menaruh Harapan Kepada Allah

TRANSINDONESIA.CO – Oleh : DR. H. Muhammad Iqbal Irham

Dalam sufisme, raja’ adalah salah satu “spiritual state”, keadaan ruhani yang dialami oleh para salik (pejalan spiritual / pejalan ruhani) pada saat ia meniti jalan untuk mendekat (taqarub) kepada Allah. “Spiritual states” ini akan berpengaruh pada pada kondisi kejiwaan atau keadaan mental (mental states).

Raja’ adalah perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Raja’ yang dikehendaki dalam sufisme adalah mempunyai harapan kepada Allah, untuk mendapatkan ampunan (maghfirah) Nya, memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta yang terpenting adalah mengharap rahmat dan ridha Nya.

Raja’ berarti kondisi qalbu yang berada dalam harapan yang besar kepada Allah dalam segala hal. Ia menjadi sikap batin yang kuat bagi salik dalam seluruh sisi kehidupannya.

Raja’ akan membuat seorang salik menjadi sangat optimis dalam hidup, bahkan nyaris tanpa pesimis. Ia hidup dalam kelegaan, nyaris tanpa kekecewaan. Ia hidup dalam kebahagiaan, nyaris tanpa kesedihan. Ia hidup dalam ketegaran, nyaris tanpa kekhawatiran.

Qalbu menjadi hidup oleh harapan-harapan akan lenyapnya beban pada jiwa. Raja’ melihat kegemilangan Ilahy dengan mata keindahan. Raja’ adalah kedekatan hati pada kemurahan Tuhan. Raja’ melihat pada kasih sayang Allah Yang Maha Meliputi (al-Muhith).

Hakikat raja’ adalah kelapangan dada dalam menanti sesuatu yang diharapkan pada masa yang akan datang, dalam hal-hal yang mungkin terjadi. Sebagai contoh, seorang petani yang memiliki tanah yang genbur dan subur untuk bercocok tanam, kemudian menyirami tanamannya saat diperlukan. Ia memelihara tanaman dengan cara memotong rumput yang merusak tanaman. Setelah itu ia menunggu masa panen dengan berdoa agar mendapatkan hasil terbaik.

إِنَّ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِینَ هَاجَرُوا۟ وَجَـٰهَدُوا۟ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ یَرۡجُونَ رَحۡمَتَ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

[Surat Al-Baqarah 218]
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Abu Nashr as-Sarraj membagi raja’ menjadi tiga bagian. Pertama, raja’ bersama Allah (raja’ fillah). Kedua, raja’ di dalam luasnya rahmat Allah (raja’ fi sa’ati rahmatillah). Ketiga, raja’ di dalam balasan kebaikan dari Allah (raja’ fi tsawabillah).

Lalu, bagaimana dengan sikap raja’ pada manusia, bolehkah?

Sebenarnya tidak ada larangan raja’ kepada manusia. Tentu boleh-boleh saja. Namun, kita harus melapangkan hati untuk menerima hal-hal yg mungkin tidak diharapkan. Siapkan sebuah ruang kosong untuk kekecewaan, jika ia hadir.

Berharap pada manusia, membuat kita harus “sedia payung sebelum hujan”, meski sebelumnya kita sangat akrab dengannya; meski kita sebelumnya pernah senasib sepenanggungan dengannya; meski sebelumnya kita pernah punya komitmen dengannya. Semua ini karena mereka hanya manusia biasa…

Teruslah berharap kepada Allah…
Teruslah memupuk harapan kepada Allah, karena Dia lah sebaik-baik Pemberi harapan…

Jika kita yakin menang, maka pupuklah raja’ yang besar kepada Allah. Insya Allah berhasil…

Salam penuh harapan.
Salam kemenangan. **

Share