LPAI: Berlakukan FCTC, Indonesia Emas Pasti Efektif

TRANSINDONESIA.CO – Buatlah kata yang bisa dimakan. Legit dan ringan. Ciptakan diksi berlakon, yang bisa ditonton. Liuk dan geliatnya elok, bak balerina girl berkelak kelok. Kata-kata yang sangar, yang kadang aniaya walau kelakar, namun buat soor pendengar.

Begitu tantangannya kala siaran radio. Apalagi radio yang jaya: Trijaya bukan radio biasa-biasa.

Ini pengalaman saya. Kala berkata-kata. Yanng kadang bukan dari diri sendiri, ya. Kala dibimbing berceritera. Yang bukan hanya bacaan dan pengalaman kita. Yang kadang transformasi eksternal. Sang pengalaman ruhani, subject-mate cq. “kembaran” anda.

Jadi dan maka: berkata, berujar, bermonolog, pun siaran di radio, bukan soal mudah. Tak semudah merepet.

Ada tenaga yang ditransformasikan, juncto spirit yang musti dihadirkan, dan bagi pendengarnya seperti menonton lakon yang bisa dimakan, gizi diserap langsung On.

Di radio, menyampaikan pesan lisan lebih amat menantang. Bagaimana anda berbicara kepada yang tak bersua indra dan raga. Jiwa juncto semangat adalah pertemuannya.

Trik saya sederhana. Sentuh “sesuatu” minat mereka. Sampaikan subyek yang baru, diksi baru, bahan baru. Buat intonasi dan tekanan tak biasa. Tunggu beberapa jenak jeda, lanjutkan dengan anasir wow, kejutan dan sentakan wew. Cobalah. Latihkan. Seperti melawan batuk dengan berenang pagi yang masih dikuasai kantuk.

Ohyaa, data dan artikulasi tentu diperankan sebagai pengayaan. Jangan buat hoax. Jangan bohong kepada fakta. Fakta itu jujur. Fakta itu tulus. Fakta itu suci. Jangan over acting menafsir fakta. Jangan aniaya fakta pun kolega, bisa menjadi mal-tatakelola. Bukankah boulevard rasuna sudah ternama.

Pun kegitu, kata adalah kekuatan. Amunisi. Yang mendengarnya, bersiaplah jaket baja. Walau anda dan saya di ruang kaca bebas bahaya.

Kata yang diucapkan bersemangat, itu jauh lebih bertenaga dari sarapan durian. Pun di radio yang berjaya. Tak sekali, tapi tiga kali. Anda perlu sarapan tiga kali. Kalau saya, sarapan pertama dan ketiga adalah syukur dan sepotong puisi yang bisa dimakan, diimbuhkan sepiring rasa gembira. Sarapan kedua? Nanti dijelaskan dalam kelas.

Di Trijaya saya berkata, “Jika Presiden aksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), LPAI yakin Indonesia Emas 2045 efektif”. Semoga diksi ini nyata, saya dapat “sepeda” yang bisa dimakan. Jika tidak, kasian anak emas. Apa jurusku? Aku hendak menemui langit yang kokoh, indah dan tempatnya asalnya rizki, lagi. Kuminta surtinya takat hentikan duri baja.

“Sepertinya banyak diksi baru”, kata-kata berasal dari sang Langit. Aku merasa wow kepada diksi. Aku ingin 1000 miliar diksi berjiwa lagi, yang bisa dimakan. Dan, anugrah satu Langit.*

[Muhammad Joni]

Share