Fitrah Berbuat Baik
TRANSINDONESIA.CO – Entah itu di Afrika sampai di daerah kutub sekalipun, setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik, menolong, berbagi, berlaku sopan, jujur, dan semacamnya. Mereka menyukai yang namanya kebaikan, kejujuran dan kebenaran. Hal ini dapat dirunut kembali dari sejak penciptaan manusia itu, Allah Ta’ala sudah memberikan kepada manusia semacam software berupa kecenderungan pada kebaikan dan kebenaran. Agama kita menyebutnya sebagai fitrah.
Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, bersih dan suci. Baru setelah lahir dia mulai terkontaminasi oleh keburukan. Namun demikian, yang namanya fitrah akan selalu melekat pada setiap manusia, wa|aupun dia diabaikan, tidak diakui, dan tidak disadari.
Islam membawa manusia kembali pada fitrahnya, lalu menguatkan dan menyempurnakan kecenderungan bawaan pada kebaikan dan kebenaran tersebut. Islam mengembalikan dan menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaan yang sudah ada secara alami. Bersama hidayah Islam, kebaikan dan kebenaran tadi akan tampak semakin jelas.
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), sesuai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. ltulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. ar-Rt‘lm [30]:30).
Hal ini sebagaimana Rasulullah Saw. Beliau diutus Allah setelah sebelumnya ada nabi-nabi lain yang membawa dan mencontohkan akhlak yang baik. Maka, beliau hadir sebagai penutup para nabi yang bertugas menyampaikan risalah Islam untuk menyempurnakan akhlak tersebut. ”Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Kehadiran Islam mengantarkan kecenderungan pada kebaikan dan kebenaran menuju puncak kemuliaan.
Ibarat senyum, ada yang senyum supaya dianggap manis, karena sedang difoto, dan karena pekerjaan atau takut pada atasan. Namun, ada juga senyum yang ikhlas. Hal yang sama berlaku pula pada sedekah. Motif orang bersedekah bermacam-macam.Tapi yang paling bagus adalah yang bersedekah dengan ikhlas. Puncak kebaikan itu adalah ketika kita lillahi ta’ala dalam melakukannya.
Selain sebagai penguat fitrah, Islam juga menjadi pengingat atau penawar bagi kelalaian manusia. Manusia memiliki kekurangan, yaitu menyukai aneka kesenangan yang sementara sifatnya juga berpikiran sempit. Manusia sangat mudah berkeluh-kesah di saat sempit dan kikir ketika lapang. Manusia pun gampang melupakan hari kemudian.
Oleh karena itu, kecenderungan bawaan untuk mencari kebaikan dan kebenaran selayknya dimaksimalkan dengan Islam. Seluruh pikiran dan amal perbuatan, seluruhnya hanya tertuju kepada Allah. Islam bukanlah penghalang, tetapi penguat dan penyempurna fitrah. Manusia yang membutuhkan Allah, bukan sebaliknya.
”Wahai manusia, kamu sekalian adalah orang-orang membutuhkan Allah, dan Dialah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir [35]:15).
Saudaraku, jika setiap perbuatan baik sudah lillahi ta’ala, dan jika hati sudah bulat hanya kepada Allah, di sanalah akhlak mencapai kemuliaan. Inilah sebuah keadaan di mana kenikmatan dan kebahagiaan hidup Vang sesungguhnya dihidangkan oleh Allah Ta’ala.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), sesuai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. ” (QS. ar-Rum [30]:30)
[KH Abdullah Gymnastiar]
(Sumber: Buku Ikhtiar Meraih Ridha Allah Jilid 1)