Minyak Goreng Curah Dilarang Beredar Tahun Depan
TRANSINDONESIA.CO – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, per Januari 2020 minyak goreng curah tak lagi boleh beredar di pasaran karena dianggap tidak sehat dan higienis. Sebagai gantinya, minyak goreng kemasan akan dipasarkan secara masif dan harganya dijanjikan bakal terjangkau.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, Kemendag terus berupaya meningkatkan mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi, salah satunya melalui program pengalihan minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan. Enggar menyebut mayoritas minyak goreng curah saat ini yang beredar merupakan minyak bekas pakai yang diolah sedemikian rupa seakan-akan minyak baru yang tak bermasalah.
“Minyak goreng curah enggak ada jaminan itu sehat, dan dari penelitian kami itu (minyak goreng curah) berasal dari minyak goreng bekas. Diolah secara sederhana dan tidak higienis. Maka dari itu kita pastikan, Januari 2020 tidak ada lagi minyak goreng curah di pasaran,” kata Enggar, di Jakarta, seperti diwartakan Republika.co.id, Ahad (6/10/2019).
Belum lagi, lanjut Enggar, minyak goreng curah dari sisi harga pun kerap lebih tinggi dari harga minyak goreng kemasan. Sedangkan untuk minyak goreng kemasan, harga yang dibanderol para produsen selalu sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Kalaupun ada pelanggaran, kata dia, begitu mendapatkan teguran maka para produsen minyak goreng kemasan akan kembali ke HET.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Konsumen, HET minyak goreng dibanderol di level Rp 11.500 per liter. Enggar menyebut, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada produsen minyak goreng kemasan agar memasok produknya ke pasar tradisional maupun ritel.
Untuk tahap awal, kata Enggar, pihaknya tidak akan menerapkan sanksi apapun apabila terjadi peredaran minyak goreng curah di pasaran. Menurutnya, apabila suplai minyak goreng curah tak tersedia maka tak akan ada kesempatan bagi pengedar minyak goreng curah untuk mengedarkan produknya di pasaran.
Dia melanjutkan, kebijakan wajib kemas minyak goreng merupakan bagian dari program strategis pemerintah yaitu program peningkatan penggunaan produk
dalam negeri. Kebijakan ini sekaligus untuk mendorong masyarakat agar mengkonsumsi minyak goreng kemasan karena lebih terjamin mutu dan keamanannya.
Adapun program tersebut telah dilakukan sejak 2014 melalui penerbitan kebijakan Minyak Goreng Kemasan yang mulai diberlakukan pada 1 April 2017.
Namun, implementasi kebijakan ditunda dikarenakan belum siapnya produsen minyak goreng untuk memperluas unit pengemasan dan menumbuhkan industri pengemasan di daerah.
“Untuk itu kita minta seluruh pelaku usaha wajib menjual minyak goreng kepada konsumen dalam keadaan terkemas dan memenuhi ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Kemendag, total produksi minyak goreng nasional per tahun berjumlah sekitar 14 juta ton. Dari jumlah tersebut, alokasi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri sekitar 5,1 juta ton dan sisanya untuk kebutuhan pasar luar negeri.
Dari kebutuhan dalam negeri, lanjut dia, hampir 50 persen masih dikonsumsi dalam bentuk minyak goreng curah yang belum terjamin kebersihannya, baik dari sisi produksi maupun sisi distribusi. Di sisi lain pihaknya juga mengungkapkan, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia.
Namun hal tersebut perlu dibarengi dengan penyediaan minyak goreng yang bermutu sebagai produk turunan CPO untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan di dalam negeri ini juga, kata dia, diharapkan mampu menangkal kampanye negatif produk CPO Indonesia oleh Uni Eropa.
“Dan pada saat yang bersamaan, kita juga dapat meningkatkan kecintaan akan produksi negeri. Umur saya 68 tahun, sehat-sehat saja konsumsi minyak dari sawit kita,” kata dia. [ROL]