10 Tahun Gempa Sumbar, Siap Siaga Hadapi Bahaya

TRANSINDONESIA.CO – Tepatnya 30 September 2019, masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) mengenang gempa bumi dengan kekuatan M 7,9. Gempa berkedalaman 87 km dan berpusat 50 km barat laut Kota Padang mengakibatkan ribuan jiwa meninggal dunia dan kerusakan infrastruktur yang massif. Seiring dengan perjalanan waktu, masyarakat diharapkan siap siaga dalam menyikapi bahaya serupa.

Dalam konteks tersebut, Sekretaris Utama BNPB Harmensyah menyampaikan sikap siap siaga harus melekat pada setiap individu di dalam masyarakat Sumbar. Hal tersebut bisa dilakukan sejak dini melalui program sekolah siaga bencana. Pada program tadi, BPBD setempat dapat melakukan upaya seperti roadshow ke sekolah-sekolah untuk mensosialisasikan Sumbar Tangguh Bencana. Langkah konkret yang dapat dilakukan seperti apel atau materi di dalam kelas kepada para murid.

Terkait dengan kesiapsiagaan, Harmensyah menyampaikan ketangguhan dibangun mulai dari lingkungan keluarga. Harmensyah menambahkan bahwa ketangguhan tadi juga dibangun pada tiap tingkatan, seperti desa, kecamatan hingga kabupaten atau kota.

“Ketangguhan membutuhkan sinergi semua komponen di semua level karena bencana adalah _everyone’s business_,” tambah Harmensyah pada acara Sumatera Barat dan Refleksi 10 Tahun Gempa di Kota Padang, Sumbar, Senin (30/9/2019).

Pada kesempatan itu, Harmensyah juga memberikan beberapa pandangan dalam acara tersebut. Ia mencontohkan filosofi masyarakat setempat, ‘alam takambang jadikan guru yang hidup di tanah Minang’. Filosofi ini mengandung nilai agar masyarakat dapat belajar dan mengambil pelajaran dari fenomena alam. Hal tersebut bisa dimaknai salah satu contohnya bagaimana kita membangun tempat tinggal di kawasan rawan bahaya.

Di pihak lain, Harmensyah juga menekan pada otorisasi pemerintah dalam memberikan izin pendirian bangunan dan ijin lainnya sehingga kerusakan alam tidak terjadi dan tata guna ruang dapat terpelihara.

Sehubungan dengan risiko bahaya gempa dengan kategori tinggi, Sekretaris Utama BNPB menekankan pada pentingnya shelter. Ia mengingatkan bahwa gedung dan bangunan publik dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas pendukung penanggulangan bencana.

“Siapkan MoU bersama dunia usaha. Contoh di Bali, dimana hotel-hotel dan bangunan publik telah menyiapkan shelter tsunami,” ujar Harmensyah.

Shelter buatan yang sudah ada agar dirawat dan dikelola dengan baik. Pemerintah perlu memiliki database shelter, seperti daya tampung, fasilitas, atau pun aksesibilitas. Lalu database tersebut harus bisa diakses oleh masyarakat sehingga mereka dapat memetakan shelter mana yang terdekat dari posisi dia berada. Selain itu, shelter alam pada juga dimanfaatkan. Apabila telah memiliki shelter ini, perlu diperhatikan aksesibilitasnya, seperti tanggal, tali atau jalur evakuasi.

Tak luput dari pesan yang disampaikan, Harmensyah menyampaikan pentingnya sinergi berbagai pihak dalam penanggulangan bencana. Untuk itu, salah satu peran *pentahelix*, yaitu media massa, sangat penting dalam membawakan pesan kepada masyarakat. Media massa tentu memiliki keahlian dalam mengkomunikasikan dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat serta kanal media yang dapat menjangkau masyarakat secara luas.

Mengenang 10 tahun gempa Sumbar tentu tidak hanya berlaku di wilayah tersebut tetapi juga penting bagi kita semua mengingat kita hidup di wilayah rawan bahaya. Peneliti paleotsunami dari Brigham Young University, Amerika Serikat Profesor Ron Harris pernah menyampaikan bahwa kita yang hidup di Indonesia jangan lupa akan sejarah. Sehingga jangan lupa “Kenali ancamannya, siapkan strateginya dan siap untuk selamat”.[VLY]

Share