YLKI: Vape Harus Punya Regulasi Sama dengan Rokok Biasa
TRANSINDONESIA.CO – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan rokok elektrik atau vape harus memiliki regulasi yang sama dengan rokok konvensional. Hal tersebut diungkapkan Staf Peneliti YLKI, Eva Rosita pada Republika, Senin (9/9).
Saat ini pemerintah hanya mengatur cukai vape dan belum mengatur soal regulasi peredarannya. “Seharusnya setidaknya disamakan perlakuannya dengan rokok biasa,” kata Eva.
Eva mengatakan, rokok konvensional diatur dari berbagai segi. Hal yang diatur terkait rokok konvensional antara lain adalah konsumennya, tempat yang boleh digunakan untuk mengkonsumsi vape, sampai pengaturan soal logo merk dan iklannya. Namun, untuk vape belum ada aturan sama sekali terkait hal ini.
Padahal seperti halnya rokok konvensional, mengkonsumsi vape juga bisa berpengaruh terhadap kesehatan penggunanya. Kandungan yang terdapat di dalam vape juga memiliki bahaya yang sama dengan rokok konvensional.
Ia juga berpendapat seharusnya pemerintah tegas melarang peredaran vape. “Vape memang seharusnya disamakan dengan rokok, karena regulasinya belum ada seharusnya peredaran vape dilarang. Pemerintah terlihat plin-plan dalam menyikapi hal tersebut,” kata Eva.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengkonfirmasi bahwa saat ini regulasi terkait peredaran dan konsumsi vape belum dibuat. Deputi Pengawasan Obat, Narkoba, Psikotropika, Prekusor dan Zat Adiktif BPOM, Rita Endang mengatakan BPOM tidak memiliki kewenangan untuk membuat regulasi untuk vape. Sebab, selama ini kewenangan yang diberikan BPOM itu terkait dengan rokok konvensional saja.
Meskipun demikian, Rita menegaskan pemerintah tidak menutup mata terhadap persoalan yang terjadi. Saat ini, pihaknya bersama sejumlah kementerian terus mengkaji regulasi untuk vape.
“Pemerintah dalam ini berusaha dengan kementerian lain, ada Kementerian Kominfo, Kemenko PMK, Kementerian Kesehatan masih mengkaji terus regulasi yang dibuat untuk mengatur rokok elektrik ini,” kata Rita.
Rita menuturkan, saat ini pembahasannya masuk ke dalam //draft policy paper// atau draft kebijakan. Oleh sebab itu, ia mengatakan agar masyarakat menunggu karena regulasinya saat ini sedang berproses.[ROL]