Menkeu: Suka Tak Suka, Imbas Pelemahan Yuan akan Terasa
TRANSINDONESIA.CO – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa pelemahan mata uang Cina, Yuan, akan berimbas ke perekonomian nasional. Menurutnya, pelemahan mata uang Cina ke level 7 Yuan per dolar AS bisa berimnas pada nilai tukar rupiah, indeks harga saham, hingga imbal hasil obligasi. Menanggapi ini, ujarnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menterinya untuk menyisir kemungkinan risiko yang bisa saja terjadi.
“Transmisi dari pengaruh global ini suka atau tidak suka pasti akan terasa. Tapi faktor fundamental kita bagi Indonesia untuk tetap bisa tumbuh dan pertahankan pertumbuhan di atas 5 persen tanpa menimbulkan kerapuhan dengan lingkungan global yang sangat volatile ini,” jelas Sri Mulyani usai menghadiri rapat terbatas di Istana Merdeka, Selasa (13/8).
Salah satu kunci untuk menjaga ketahanan perekonomian nasional, menurut Sri, adalah meningkatkan arus investasi. Sri menyampaikan, demi menjaga minat investor ini makan pemerintah terus menjaga kualitas infrastruktur, ketrampilan sumber daya manusia, dan pemberian insentif kepada investor.
“Investasi yang terutama berasal dan bisa timbulkan capital inflow harus jadi salah satu tugas yang paling penting. Jadi policynya tadi dibahas apa saja. Kita juga perbaiki daya kompetisi kita,” katanya.
Selasa (13/8) sore, Presiden Jokowi memang mengumpulkan menteri-menteri ekonomi di Istana Merdeka. Jokowi meminta penjelasan dari jajarannya terkait pelemahan mata uang Cina, Yuan, terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pemerintah mencoba mengantisipasi risiko-risiko yang bisa saja berimbas terhadap perekonomian nasional, termasuk fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, Presiden Jokowi menginstruksikan menteri-menteri ekonomi untuk menyisir seluruh implikasi dan risiko yang bisa menimpa perekonomian Indonesia. Pemerintah, ujar Sri, juga mencoba menganilisis apakah pelemahan Yuan yang disebut devaluasi ini merupakan awal mula perang mata uang yang dinisiasi oleh Cina.
“Tadi kami sampaikan bagaimana perkembangan terakhir di mana mereka (Cina) menembus 7 Yuan per dolar AS itu, apakah itu dianggap sebagai suatu awal dari terjadinya persaingan dari sisi currency,” jelas Sri.
Dugaan devaluasi Yuan sebelumnya sudah dibantah Bank Sentral China, People’s Bank of China (PBoC). Mereka menyebut volatilitas nilai tukar yuan secara drastis beberapa waktu belakangan merupakan reaksi pasar menanggapi rencana kenaikan tarif impor yang digaungkan Amerika Serikat (AS).
Komentar Beijing ini merespon tuduhan manipulasi mata uang yang dilontarkan Presiden AS Donald Trump kepada China, setelah mata uang China bergerak di 6,9 hingga tujuh Yuan per dolar AS dalam satu pekan terakhir.
Sumber : Republika