Mengukur Integritas Kementerian dan Pemerintah Daerah

TRANSINDONESIA.CO – Untuk meningkatkan kesadaran akan risiko korupsi, serta mendorong perbaikan sistem sebuah instansi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan pengukuran melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) bagi kementerian dan pemerintah daerah.

“Manfaat SPI bisa untuk mengidentifikasi area rentan korupsi dan indikator keberhasilan kegiatan antikorupsi. Selain itu, hasil SPI bisa menjadi dasar kebijakan antikorupsi di masing-masing instansi,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat Sosialisasi dan Pengarahan Teknis Pelaksanaan SPI 2019, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Dari sinilah, SPI akan menjadi bahan evaluasi, apakah program-program pencegahan yang didorong oleh KPK itu telah berdampak langsung dengan pelayanan publik dan pelaksanaan tugas setiap instansi.

Lebih jauh Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan Wardiana menjelaskan, ada empat poin yang menjadi perhatian SPI. Pertama, budaya antikorupsi di masing-masing lembaga, meliputi isu keberadaan calo, kejadian nepotisme, kejadian suap, kejadian gratifikasi, dan indikasi adanya penyalahgunaan wewenang.

Kedua, pengelolaan anggaran, di antaranya korupsi pada pengadaan barang dan jasa, potensi penyelewengan perjalanan dinas, dan potensi penyelewengan keuangan. Ketiga, pengelolaan sumber daya manusia, di antaranya praktik jual beli jabatan, dan nepotisme dalam rekruitmen. Keempat, sistem antikorupsi yang diterapkan di setiap instansi. Di antaranya sosialiasasi antikorupsi, penegakan hukum bagi pelaku korupsi di instansi, serta perlindungan pelapor antikorupsi

“Anggaran, pengadaan barang dan jasa, serta perizinan adalah tiga area rentan korupsi. Tiga hal itu menjadi perhatian kami karena melihat kasus yang paling banyak ditangani KPK sampai hari ini,” kata Wawan.

Sebagai langkah awal, KPK mengundang 34 kementerian dan lembaga pada Selasa (30/4) dan 103 pemerintah daerah dari 30 provinsi pada Kamis (2/5) untuk menyosialisasikan dan memberikan pengarahan teknis sebelum melaksanakan kegiatan SPI 2019. Survei ini sendiri akan dimulai pada bulan September hingga Oktober tahun 2019.

Di sini, para pemimpin lembaga dan kepala pemerintahan daerah akan menyepakati komitmen kerja sama dalam bentuk penandatangan keikutsertaan, paling lambat 31 Mei 2019. SPI dilakukan untuk mendapatkan gambaran kondisi integritas kementerian atau pemerintah daerah pada tingkat Eselon I melalui unit-unit dibawahnya.

Dalam melakukan survei ini, KPK bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam dalam proses pengumpulan data dan penghitungan indek. Setelah itu, KPK akan melakukan analisis dan menyusun rekomendasi.

Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Harmawanti Marhaeni menyampaikan bahwa BPS akan menjamin bahwa setiap pegawai yang ditugaskan dalam survei ini adalah petugas yang memiliki integritas sehingga melindungi indentitas responden.

“Karena ini sifatnya rahasia, kami menugaskan petugas BPS yang sudah terjamin integritasnya,” ucap Harmawanti.

Ia menjelaskan, survei ini akan melibatkan 130 responden untuk setiap lokus yang terdiri dari 60 respoden internal yang merupakan pegawai instansi, 60 responden eksternal yang merupakan pengguna layanan instansi tersebut dan 10 responden ahli.

Sebelumnya, KPK sudah melakukan SPI sejak tahun 2007. Hingga kini, KPK terus melakukan penyempurnaan metode survei dari tahun ke tahun. Hasil indeks integritas dari survei SPI 2018 mengalami peningkatan sebanyak 2 poin dari indeks integritas pada survei SPI 2017. Indeks integritas pada tahun 2017 adalah 66 poin dan pada tahun 2018 adalah 68 poin dari skala 0-100.

Peningkatan indeks integritas ini menandakan semakin rendahnya risiko korupsi dan adanya kemampuan sistem untuk merespons kejadian korupsi dan pencegahannya secara lebih baik. Meskipun begitu, bukan berarti kejadian dan perilaku korupsi tidak terjadi pada sistem yang sudah baik.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berharap, setiap instansi dapat bekerja sama dengan baik saat proses survei berlangsung dan menjalankan setiap rekomendasi yang akan diberikan KPK dalam rangka perbaikan sistem antikorupsi di masing-masing kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

SPI merupakan bentuk penilaian yang dilakukan KPK dengan mengkombinasikan pendekatan persepsi dan pengalaman secara langsung maupun tidak langsung terkait praktek transparansi, akuntabilitas, dan budaya antikorupsi suatu institusi dalam menjalankan tugasnya.[MIC]

Share