AS Kecam Kehadiran Pasukan Rusia di Venezuela

TRANSINDONESIA.CO –Pemerintah Amerika Serikat mencurigai niat Rusia yang mengirim dua pesawat dan sejumlah orang yang diduga adalah tentara serta beberapa perangkat ke Venezuela. Mereka menuduh Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, justru mengingkari janji dengan melibatkan pihak luar dalam menangani krisis politik di negara itu.

“AS mengecam pengerahan pesawat dan prajurit Rusia ke Caracas, yang merupakan kontradiksi Nicolas Maduro dan Rusia untuk tidak mencampuri urusan Venezuela dan ini malah meningkatkan ketegangan situasi,” demikian pernyataan seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, seperti dilansir Reuters, Selasa 26 Maret 2019.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menyatakan sudah mengontak Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, dan menyatakan mereka tidak akan tinggal diam melihat situasi di Venezuela.

Lavrov menuduh AS merencanakan kudeta untuk menggulingkan Maduro. Pernyataan Lavrov itu disampaikan sehari setelah Rusia dilaporkan menurunkan sedikitnya seratus personel militernya ke Venezuela, termasuk Kepala Staf Pasukan Lapangan, Vasily Tonkoshkurov. Rusia juga mengerahkan 35 ton peralatan menggunakan pesawat kargo Antonov AN-124 ke Caracas.

Menurut seorang juru bicara Komando Selatan Angkatan Bersenjata AS, Armando Hernandez, keberadaan tentara Rusia di Venezuela sama saja menghambat aspirasi warga setempat yang mengharapkan demokrasi.

“Rezim saat ini dibantu dan didukung oleh negara-negara seperti Kuba dan Rusia, untuk terus menekan pelaku demokrasi di Venezuela,” kata Hernandez.

Menurut sumber di Kementerian Penerangan Venezuela, kehadiran sejumlah prajurit Rusia hanya untuk membantu perawatan alat utama sistem persenjataan yang dibeli dari negara itu.

Sedangkan Menteri Luar Negeri Venezuela, Jorge Arreaza, menyatakan negara asing tidak bisa mengatur dengan siapa mereka harus bekerja sama.

“Sinisme memang bagian dari Amerika Serikat. Dengan anggaran pertahanan ratusan miliar dolar, mereka mencoba ikut campur terkait kerja sama teknis antara Rusia dan Venezuela,” cuit Arreaza melalui akun Twitter.

Sejak Venezuela masuk dalam pusaran krisis, Maduro mencari bantuan kepada China, Kuba, dan Rusia.

Krisis Venezuela terus memburuk terutama setelah pemimpin oposisi, Juan Guaido, mendeklarasikan diri sebagai presiden interim pada Januari lalu. Deklarasi itu dilakukan Guaido selaku Ketua Majelis Nasional Venezuela, sebagai bentuk penentangan terhadap kepemimpinan Maduro.

Langkah Guaido itu langsung didukung sedikitnya 50 negara, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa.[AYP]

 

Sumber: cnnindonesia.com

Share