Suap Kalteng, KPK Imbau Manajer BAP Serahkan Diri

Terhadap TD kami imbau menyerahkan diri ke KPK, penyidik akan mengaggendakan pemeriksaan awal pada Senin (29/10)

Wakil Ketua Laode M Syarief (kiri) dan petugas KPK menunjukkan barang bukti dugaan suap kepada Anggota DPRD Kalteng di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/10).Foto: Republika

TRANSNDONESIA.CO | JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Manager Legal PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) Dudy Syamsuri Zaldi menyerahkan diri. Dudy termasuk tujuh orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka atas dugaan suap anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan dalam bidang perkebunan, kehutanan, penambangan dan lingkungan hidup di Pemerintah Provinsi Kalteng tahun 2018.

“Terhadap TD kami imbau menyerahkan diri ke KPK, penyidik akan mengaggendakan pemeriksaan awal pada Senin (29/10),” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (27/10).

Syarif menuturkan diduga, sejumlah anggota Komisi B DPRD Kalteng telah menerima uang dari petinggi PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) terkait pengawasan DPRD Kalimantan Tengah atas pembuangan limbah ke Danau Sembuluh.

Tujuh dari tersangka, empat di antaranya adalah anggota DPRD Kalimantan Tengah yang diduga menerima suap yakni Borak Milton sebagai Ketua Komisi B DPRD Kalimantan Tengah, Punding sebagai sekretaris Komisi B DPRD Kalimantan Tengah, Arisavanah dan Edy Rosada sebagai anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah.

Sementara pemberi suap yakni Edy Saputra Suradja selaku Direktur PT BAP atau Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk, Willy Agung Adipradhana selaku CEO PT BAP Wilayah Kalteng bagian Utara, serta Teguh Dudy Zaldy selaku Manajer Legal PT BAP.

“KPK menduga pemberian terkait pengawasan ini kerap terjadi, KPK menyesalkan hal ini, karena fungsi akan melemahkan fungsi krusial DPRD untuk melakukan check dan balances,” terang Syarif.

Lebih lanjut Syarif menerangkan dalam konstruksi perkara, PT BAP yang bergerak di kelapa sawit melakukan lobi kepada DPRD Kalimantan Tengah agar tidak melakukan konferensi pers ke media masa mengenai tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU) oleh perusahaan tersebut. Sekalipun melakukan konferensi pers, PT BAP meminta DPRD menyatakan proses izin HGU sedang berjalan.

Di samping itu, pengelolaan limbah oleh PT BAP dan menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya Danau Sembuluh agar tidak dibahas dalam rapat dengar pendapat di DPRD Kalimantan Tengah. “Muncul pembicaraan “kita tahu sama tahu lah”,” ungkap Syarif.

Lobi-lobi PT BAP dilakukan setelah masyarakat memprotes dan melaporkan adanya pencemaran di Danau Sembuluh akibat pembuangan limbah sawit yang diduga berasal dari PT BAP. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti oleh DPRD Kalimantan Tengah dengan memanggil PT BAP.

Setelah melakukan klarifikasi diketahui ada permasalahan izin lahan dari anak perusahaan Sinar Mas seperti HGU, Izin Pinjam Kawasan Hutan (IPKH), dan jaminan pencadangan wilayah, karena diduga lahan sawit tersebut berada di kawasan hutan. Lobi PT BAP berujung dengan pemberian uang Rp 240 juta yang saat ini dijadikan barang bukti.

“Diduga selain Rp 240 juta anggota Komisi B Kalimantan Tengah juga menerima pemberian pemberian lainnya dari PT BAP yang sedang dalam proses pendalaman,” terangnya.

Uang Rp 240 juta diberikan oleh perwakilan PT BAP yakni Tira Anastasya sebagai staf keuangan kepada Arisavanah dan Edy Rosada di pusat perbelanjaan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Ketiganya kemudian digelandang petugas  ke kantor KPK.

Atas perbuatannya, kepada  tersangka penerima suap diisangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan kepada pemberi suap disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Republika

Share