4 Alasan Tes Psikologi Wajib Diikuti Pemohon SIM

TRANSINDONESIA.CO, JAKARTA – Mulai 25 Juni 2018 Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menetapkan tes psikologi sebagai salah satu syarat permohonan SIM (surat izin mengemudi) baru dan perpanjangan SIM warga di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

Sebelumya, tes psikologi hanya diwajibkan untuk pemohon SIM umum atau pengendara angkutan umum warga berpelat kuning.

Untuk mendapatkan surat hasil tes psikologi ini pemohon SIM harus membayar Rp 35.000 untuk sekali tes. Tes menggunakan sistem komputer. Pemohon baru akan diberikan 24 pertanyaan dan untuk pemohon perpanjangan SIM diberikan 18 pertanyaan.

Pemohon diberi waktu 30 detik untuk menjawab masing-masing soal. Jadi maksimal 15 menit pemohon sudah dapat membawa surat hasil tes psikologi untuk melanjutkan tahap permohonan SIM selanjutnya.

Pos tes psikologi di Satpas SIM Daan Mogot, Jakarta Barat.[IST]
Sebetulnya apa tujuan tes psikologi itu?

  1. Amanat UU LLAJ

Kasi SIM Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar mengatakan, penerapan tes psikologi bagi penerbitan SIM merupakan amanah Pasal 81 Ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dan sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 36 Peraturan Kapolri Nomor 9 tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa salah satu persyaratan penerbitan SIM adalah kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani. Untuk pemeriksaan kesehatan rohani dilakukan dengan materi tes yang akan menilai beberapa aspek yaitu kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi, dan ketahanan kerja.

Berdasarkan peraturan itu disebutkan tes psikologi akan dilaksanakan oleh lembaga psikologi yang telah mendapatkan pembinaan dan pengawasan dari bagian psikologi Polda Metro Jaya.

  1. Kerap terjadi kecelakaan

Kompol Fahri mengatakan, masalah psikologis yang dialami pengendara dapat memicu terjadinya kecelakaan. Ia mengatakan, menurut data yang telah dihimpun, banyak kejadian kecelakaan lalu lintas yang disebabkan karena kondisi psikologi pengemudinya. Ia mencontohkan, pada tahun 2015 di Jalan Sultan Iskandar Muda seorang tersangka berinisial CDS menabrak beberapa pengemudi sepeda motor dan mobil dan menyebabkan beberapa korban meninggal dunia dan luka-luka. Berdasarkan pengakuan tersangka, ia mengkonsumsi obat penenang tertentu yang dapat menyebabkan halusinasi.

“Dari pemeriksaan psikologinya diketahui bahwa psikologinya mengalami gangguan karena terjadinya penurunan kontrol emosi, adanya halusinasi, rasa panik dan takut yang diakibatkan karena mengkonsumsi obat penenang,” kata Fahri. Hal-hal seperti itulah yang membuat tes psikologi saat permohonan penerbitan SIM dirasa perlu dilakukan.

  1. Cegah Kecelakaan

Melalui tes psikologi, pengemudi akan dinilai dari beberapa aspek yaitu kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi dan ketahanan kerja. Fahri mengatakan, dari serangkaian pemeriksaan itu akan diketahui bagaimana kondisi psikologi calon pemegang SIM.

Psikolog dari Lembaga Psikologi Andiarta, Adi Sasongko, akan ada tes remidial untuk pemohon yang tak lulus tes.

Lembaga Psikologi Andiarta menjadi mitra Polda Metro Jaya dalam melakukan tes psikologi itu. Dengan adanya tes itu diharapkan kecelakaan lalu lintas akibat adanya gangguan kondisi psikologi pengemudi dapat dicegah.

  1. Menghadirkan rasa aman pengemudi lain

Psikolog Lia Sutisna Latif dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia mengatakan, mengemudi tidak hanya membutuhkan kemampuan teknis.

Menurut dia, diperlukan jaminan pengemudi dapat bertingkah laku mengemudi yang aman dan bertanggungjawab (safe and responsible driving) dan tidak mengemudi yang beresiko membahayakan para pengemudi lain.

Ia mengatakan, dengan adanya tes psikologi itu diharapkan pengemudi lain juga merasa yakin bahwa pengemudi-pengemudi lain di sekitarnya memiliki aspek psikologis yang baik sehingga tak membahayakan keselamatannya.

“Memiliki aspek psikologis tertentu sebagai soft skills yang menunjang terutama persepsi terhadap resiko dan stabilitas emosi sangat penting dimiliki oleh pengemudi,” katanya.[ISH/ZUL]

Share