TRANSINDONESIA.CO – Oleh: Chryshnanda DL
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINANNYA
Dalam melaksanakan perubahan Polri yang promoter (profesional, modern, terpercaya), model kepemimpinan transformasional dapat dijadikan sebagai pilihan. Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan member kepercayaan kepada para anggotanya maupun masyarakat untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Teori transformasional mempelajari juga bagaimana para pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih konsisten dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran operasional. Secara konseptual, kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Berarti, sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas dan meningkatkan kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi.

Kepemimpinan transformasional sebagai proses yang padanya “Para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan dan bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan social, atau kebencian. Dengan cara demikian, antar pimpinan dan bawahan terjadi kesamaan persepsi sehingga mereka dapat mengoptimalkan usaha kearah tujuan yang ingin dicapai organisasi. Melalui cara ini, diharapkan akan tumbuh kepercayaan, kebanggaan, komitmen, rasa hormat, dan loyal kepada atasan sehingga mereka mampu mengoptimalkan usaha dan kinerja mereka lebih baik dari biasanya. Ringkasnya, pemimpin transformasional berupaya melakukan transforming of visionary menjadi visi bersama sehingga mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan. Dengan kata lain, proses transformasional dapat terlihat melalui sejumlah perilaku kepemimpinan seperti; attributed charisma, idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individualized consideration. Secara ringkas perilaku dimaksud adalah sebagai berikut:
Attributed charisma, bahwa charisma secara tradisional dipandang sebagai hal yang bersifat inheren dan hanya memiliki oleh pemimpin-pemimpin kelas dunia. Penelitian membuktikan bahwa charisma bisa saja dimiliki pimpinan di level bawah dari sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki cirri tersebut, memperlihatkan visi, kemampuan, keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain (masyarakat) dari kepentingan pribadi. Karena itu, pemimpin kharismatik dijadikan suri tauladan, idola, dan model panutan oleh bawahannya, yaitu idealized influence.
Idealized influence. Pimpinan tipe ini berupaya mempengaruhi bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen dan keyakinan, serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan senantiasa mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etika dari setiap keputusan yang dibuat. Ia memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Dampaknya adalah dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan berusahamengidentikan diri dengannya. Hal ini disebabkan perilaku yang menomorsatukan kebutuhan bawahannya, membagi resiko dengan bawahan secara konsisten, dan menghindari penggunaan kuasa untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad dan termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja ke tujuan bersama.
Inspirational motivation. Pemimpin transformasional bertindak dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi untuk berpartisipasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi untuk berpartipasi secara optimal dalam hal gagasan-gagasan, memberi visi mengenai keadaan organisasi masa depan yang menjadikan harapan yang jelas dan transparan. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan semangat kelompok, antusiasisme dan optimisme dikorbankan sehingga harapan-harapan itu menjadi penting dan bernilai bagi mereka dan perlu direalisasikan melalui komitmen yang tinggi.
Intellectual stimulation. Bahwa pemimpin mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan, bawahan merasa pimpinan menerima dan mendukung mereka untuk memikirkan cara-cara kerja mereka, mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan tugas, dan merasa menemukan cara-cara kerja baru dalam mempercepat tugas-tugas mereka. Pengaruh posotif lebih jauh adalah menimbulkan semangat belajar yang tinggi (oleh Peter Senge, hal ini disebut sebagai “learning organization”.
Individualized consideration. Pimpinan memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya seperti memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli mereka terhadap organisasi. Pengaruh terhadap bawahan antara lain, merasa diperhatikan dan diperlakukan manusiawi dari atasannya.
Dengan demikian, kelima perlakuan tersebut diharapkan mampu beriteraksi mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha dan performance yang lebih memuaskan kearah tercapainya visi dan misi organisasi.Sifat dan nilai-nilai yang diharapkan dari seorang pemimpin Polri yang transformasional antara lain: Jujur, Professional, Adil, Cerdas, Compassionate, Trustworthy, Tidak memihak, Perhatian, Berdedikasi, Reliable, Accountable, Role model, Transparent, Courageous, Untouchable, Integrity, Friendly, Approachable, Respectfull dan Ethical. Orientasi pemimpin Polri yang transformasional antara lain Legalitas menjadi legitimasi, Elitis menjadi populis, Mengumpulkan kekuatan menjadi menyebar kekuatan, Truth menjadi loyality, Individual menjadi organization, Short term menjadi long term, Justice menjadi mercy, Rules menjadi principle, Duty menjadi conscience, Responsibility menjadi frernity dan Monologis menjadi dialogis.
Melalui model kepimpinan yang transformasional diharapkan dapat melakukan perubahan yang mendasar terutama perubahan secara kultural. Yaitu mampu membawa anggotanya untuk membagun hubungan polisi dengan warga komuniti mempunyai tiga (3) posisi yaitu:
- Posisi seimbang atau setara yaitu polisi dengan masyarakat menjadi mitra saling bekerja sama dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
- Posisi polisi yang menganggap seolah-olah masyarakat sebagai atasannya yang berbagai kebutuhan rasa aman yang harus dipahami dan dipenuhi oleh polisi.
- Posisi polisi sebagai pelindung, pengayom masyarakat yang sekaligus aparat penegak hukum yang dapat dipercaya. Dan mampu membangun terwujudnya hubungan baik yang tulus antara polisi dengan warga masyarakat sehingga polri mendapatka kepercayaan masyarakat.[bersambung]