Mas Darwis Mengatasi Kebuntuan Dalam Mewaraskan
TRANSINDONESIA.CO – Tatkala menghadapi berbagai masalah yang bertubi-tubi seakan semua jalan buntu, semua solusi gagal. Bagi pemimpin atau siapa saja yang ingin melakukan perbaikan, perubahan dan berbuat untuk kewarasan akan diterpa perlawanan bahkan upaya-upaya menghancurkan.
Kebiasaan-kebiasaan yang sudah mapan, nyaman, dan bisa mengangkangi sumber daya sangatlah nyaman. Membuat buta, tuli, bahkan bisu untuk sesuatu perubahan. Kepekaan sudah tiada lagi, apa lagi kepedulian. Kata Iwan Fals dalam lagunya “Bento” memang tepat menggambarkan, persetan orang susah karena aku, yang penting menang, yang penting senang.
Kegelisahan dan kegundahan seseorang yang waras dan memiliki banyak ide perubahan tatkala tidak ada pendukung, tidak memiliki power dan waktu yang tepat maka, ide-ide dan niat itu akan sirna. Menguap ditelan penolakan dan terus saja malah ada kegaduhan. Hampir-hampir orang-orang baik dan benar akan dimatikan hidup dan kehidupannya.
Berbagai dalih entah dari yang suci sampai yang dosa sekalipun bisa dilabelkan. Pemanfaatan primordial akan menjadi bagian penting untuk menghajar orang-orang waras baik dan benar.
Aneh kedengarannya orang waras dikalahkan orang gila. Itulah faktanya dalam alam yang sakit jangan harap mengajak sehat. Namun, melalui masyarakat yang sadar wisata (Mas Darwis), orang-orang yang waras saat berteriak merasakan sakit atau ada keanehan ada wadahnya dan dapat mengajak orang-orang lain menjadi peka dan peduli bahkan mau berbelarasa.
Di dalam Mas Darwis, kumpulan orang waras yang merasa setres dan kecewa, buntu melihat semua seakan-akan ada jalan dalam mewaraskan. Mas Darwis memberi ruang untuk rukun dan melawan pemalakan, premanisme dari berbagai kelompok. Mas Darwis solusi yang memberi harapan dan kehidupan.[CDL]