Dituduh Menista Agama? Ini Penjelasan Eggy Sudjana

TRANSINDONESIA.CO, JAKARTA – Pengurus Aliansi Advokat Nasionalis menuding pengacara Eggi Sudjana lakukan tindak pidana ujaran kebencian menista agama, hingga dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

“Kita laporkan juga dugaan penistaan agama,” kata salah satu perwakilan Aliansi Advokat Nasionalis Johanes L Tobing, Jumat (6/10) di Jakarta, seraya mengatakan Eggi diduga menyebarkan ujaran kebencian lantaran menyebut agama Kristen tidak sesuai nilai Pancasila.

Laporan Johanes sudah diterima Polda dengan nomor : LP/4822/X/2017/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 5 Oktober 2017.

Eggi dituduh melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) Undang- Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 156a KUHP tentang penistaan agama.

Eggy Sudjana.[IST]
Johanes menyatakan Pernyataan Eggi perihal agama Kristen tidak sesuai nilai Pancasila berpotensi menimbulkan perpecahan antarumat beragama dan mengganggu NKRI.

Meskipun pernyataan Eggi usai menjadi saksi sidang uji materi soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang soal organisasi masyarakat di Mahkamah Konstitusi (MK), namun Johanes menuturkan rekaman video tersebar kepada publik.

Sebelumnya Eggi Sudjana sudah memberikan penjelasan terkait penyataannya sebagai saksi pada sidang lanjutan uji materi Perppu Ormas, Senin (2/10) lalu di MK yang sempat membuat geger jejaring sosial.

“Dalam cara berfikir intelektual itu mesti objektif, sistimatis, dan toleran,” ujar Eggi, dalam penjelasannya yang diterima redaksi telusur.co.id, Jumat 6 Oktober 2017.

Menurutnya, dalam kaitan dengan perppu no.2/2017 tentang Ormas itu, dia sampaikan secara obyektif, artinya tidak memihak pada siapapun. “Bila sudah berlaku jadi hukum maka setiap ajaran atau faham yang bertentangan dengan Pancasila harus dibubarkan,” jelasnya.

Kini jelas Eggi kita liat ajaran non Islam yang konsep tuhan-nya tidak esa, seperti Kristen yang konsep ketuhanannya Trinitas, lalu Hindu Trimurti dan Budha yang tidak diketahui konsep ketuhanannya.

“Maka secara objektif dan sistematis dibandingkan dengan sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa, itu bertentangan. Jadi konsekuensi hukumnya harus dibubarkan, jika Perppu No.2/2017 diberlakukan,” ujar Eggi.

Tetapi menurut Eggi, jika dianalisa secara toleransi Islam yang mengajarkan “Lakum dinukum Waliadin” maka menurut ajaran Islam, agama apapun yang non-Islam tidak boleh dibubarkan.

“Makanya saya menolak Perppu No.2/2017, jadi jangan salah paham dengan saya, justru saya berjuang untuk toleransi tersebut yang dihilangkan dengan berlakunya Perppu No.2/2017 tersebut,” papar Eggi.

Sejujurnya kata Eggi, kita harus ingatkan MK jangan terima Perppu No.2/2017 dan ingatkan pemerintah untuk konsisten.

“Jika perppu tetap diberlakukan, maka harus bubarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila,” tegasnya.

Eggi juga mengingatkan, bahwa Pancasila adalah modus vivendi dan kesepakatan luhur. Sila pertama menjadi ruh bagi keempat sila lainnya.

“Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, apa maksudnya? Apakah semua paham agama yang ada di Indonesia harus bersesuaian dengan sila 1 ini?,” tegasnya.

Hal ini menurut Eggi perlu disorot, mengingat ada frasa “dan paham lain….” yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, dalam pasal 59 ayat 4 huruf c PERPPU 2 TAHUN 2017.

Kalau Perppu ini berlaku, apa akibat hukumnya? Kerugian konstitusional apa yang akan terjadi bila semua ajaran dan agama yang bertengangan dengan sila pertama harus dilarang dan dibubarkan. “Justru PERPPU ini mengancam BHINNEKA TUNGGAL IKA kita,” terang Eggi.

Jadi suatu Perppu atau UU menurutnya harus tegas dan jelas, apa yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Tidak boleh, tidak jelas alias “ngaret” sesuai dengan kemauan sesaat penguasa saja.

“Lebih menyebut secara pasti seperti pada UU Ormas 17/2013, yakni ateisme, kominisme, marxisme-leninisme. Tidak perlu tambahan frasa : ..dan paham lain yang bertentangan… Ini bisa jadi bumerang..!” tegas Eggi.

Lebih jauh Eggi menjelaskan bahwa Ketuhanan dikatakan sebagai sifat-sifat Tuhan. Tuhan mana yang dimaksud? Lalu sifat yg dimaksud itu adalah “esa”, esa itu juga sifat Tuhan yang dimaksud.

Lalu yang dimaksud Tuhan bersifat esa, masih menurut Eggi tidak lain adalah ALLAH SWT sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ketiga. Juga perlu diketahui menurut Eggi, bahwa kata esa itu dimasukkan dalam sila pertama Pancasila, karena ada pertentangan dengan pertemuan tanggal 22 Juni 19455 yang menghasilkan Piagam Jakarta.

“Yaitu kalau dulu Sila pertama KETUHANAN, DENGAN KEWAJIBAN MENJALANKAN SYARIAT ISLAM BAGI PEMELUK-PEMELUKNYA, sila ini justru tidak mempersoalkan Ketuhanan yang lain. Umat beragama lain bebas hidup dan tidak wajib menjalankan syariat Islam, paham lain yang bertuhan lain tetap dilindungi oleh negara,” jelas Eggi.

Tapi begitu diganti tanpa melalui rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” menurut Egii inilah yang sebenarnya jadi bumerang bagi agama-agama atau paham yang Ketuhanannya tidak esa atau monoteistis.

“Padahal disadari pada waktu perubahan tersebut diusulkan Ki Bagus Hadi Kusumo, tentang kata Esa merujuk pada Surat Al-Ikhlas yang berbunyi ‘kul huwallahu ahad’ dan seterusnya, disetujui tanggal 18 Agustus 1945 yang kemudian terus berlaku hingga hari ini,” ungkap Eggi.

Eggi juga kemudia mempertanyakan haruskah kita kembali ke Piagam Jakarta, atau menghapus frasa ..dan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara RI 1945.

“Hal ini berarti pula Perppu Ormas 2/2017 harus ditolak untuk menjadi UU, sebab bila tidak maka berkonsekuensi hukum seperti yang sudah saya terangkan,” tegasnya.

Dalam penjelasannya Eggi juga mengakui bahwa ini merupakan pilihan yang sulit. “Sebuah pilihan yang sulit bukan? maka kini tinggal MK putuskanlah yang benar secara ilmu hukum, jangan tunduk pada kekuasaan Presiden atau kekuatan politik lainnya.

“Atau nanti tgl 28-29 Oktober 2017 DPR RI juga akan memutuskan menerima atau menolak Perppu 2/2017 tersebut, ingat ada pertanggung jawaban di dunia ini, akan ada gelombang protes yang dahsyat, dan di akhirat nanti bertanggungjawab pada Allah SWT, tempat peristirahatan kita yang terakhir surga or neraka,” pungkas Eggi seraya menyampaikan salam takzimnya.[SAF]

Share