Menara Berpilin Tiga
TRANSINDONESIA.CO – Ada membeli unit menara alias apartemen? Apapun tipe menarakarta, ups salah, satuan menara yang anda beli, bersiaplah naik kelas.
Bukan karena tinggal di gedung menjulang tinggi. Bukan karena naik gengsi. Lantas? Naik kelas belajar meresapi ilmu ruhani tingkat “rahyang” alias “dewa”: tepa selira! Padat “protokol” huni seperti Puri.
Melalui menara/apartemen, penghuni diajak melembagakan sosio-kultur berbagi rasa dan memiliki bersama. Ya…, sebenar-benar memiliki aset bersama bukan hanya istilah saja.
Milik bersama yang mana? UU Rumah Susun menyebut tiga: Benda bersama, Bagian bersama, Tanah bersama (sebut saja “BBT Bersama”).
Mengapa BBT Bersama menjadi kepemilikan bersama (common property)? Karena pemiliknya bersama. Di luar negeri disebut common ownership. Bahasa Belandanya mede eigendom.
Seperti kepemilikan adat atas ‘harta pusako tinggi’ di Minangkabau. Atau mirip konsep tanah komunal, yang dilegalisasi era Menteri ATR/Kepala BPN Fery Mursyidan Baldan, sebuah terobosan cerdas dan populis untuk mencegah kebuntuan hukum.
Dengan prinsip Satu untuk semua. Semua untuk satu. Tersebab menara atau apartemen bangunan solid stadium tinggi dan menyatu sebagai ujud properti nyata yang satu padu dalam bersama.
Tengoklah ke dalam gedung menara “xyz”. Tak bisa dibagi-bagi selasar milik siapa, tangga milik warga menara mana, lapangan olahraga dan kolam renang milik warga lantai berapa. Demikian pula ruang lobi dan pertemuan warga. Tidak milik sendiri, akan tetapi BBT Bersama.
Kepemilikan Bersama itu kausal mengapa PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) yang mengurus apartemen atau rumah susun itu mesti tunggal. Tak ada logika mengapa dua atau malah tiga.
Tugasnya mengurus BBT Bersama. Soal PPPSRS Tunggal ini pernah penulis ulas di laman Majalah “Indonesia Housing”, edisi No.25, September 2016.
Tinggal di menara itu melembagakan kelakuan bersama dari sub kultur manapun anda berasal mula. Bisa disebut melembagakan sosio-kultur?
Ya tentu saja. Kultur semisal tata krama, tutur sapa, kerukunan bertetangga, menjaga suara, elok-elok berlaku sebagai warga menara, sampai merancang ajang olahraga bersama dan menyengaja pertemuan sekadar “bla bla bla” sesama warga menara, kunjungan sosial dan ucap doa belasungkawa, itulah hal ikhwal lelaku sosial-budaya yang distrukturkan “walikota” menara.
Kolega saya Yayat Supriatna, pakar perumahan dan perkotaan menyebutnya “kultur yang distrukturkan”.
Konkritnya, lelaku sosio-kultur warga menara diformalkan ke dalam aturan menara alias apartemen atau apartment rules. Ada juga yang menyebutnya housing/estate code. Tak mudah dan semena-mena membuatnya, ada pakem dan standar. Developer biasanya menyerahkan penyusunan aparatment rules dan sejenisnya kepada konsultan. Bahkan dalam pembentukan PPPSRS.
Ada pula “struktur yang dikulturkan”, apa itu? Arus balik dari “kultur yang distrukturkan”. Yakni nilai atau norma apartment rules ataupun estate/housing codes yang dibiasakan sebagai kultur menara.
Soal Berpilin Tiga? Ya. Berpilinnya kepentingan bersama atas BBT Bersama. Dituangkan ke dalam apartment rules atau estate/housing codes mempertemukan banyak warna dan latar belakang warga. Kemajemukan yang musti dikelola dan dijalin dipilin bak tenunan kain bersama, bukan berlaga dan bersaing-saing mengoyak kain. PPPSRS idemditto Badan Pengelola bukan pesaing warga. Bukan pentas ‘survival for the fittest’.
Di titik ini pentingnya elemen kunci pengikat pilinan dan kain tenunan. Seperti “walikota” menara mengatur warga menara. Warga menara mematuhi dengan sukaria dan bahagia. Demi kebahagian sebesar-besarnya bagi orang sebanyak-banyaknya ala tiori utilitarisme Jeremy Bentham.
Dimana peran Pemerintah Daerah? Membuat pedoman estate/housing codes salah satunya. Di Amerika Serikat, hampir aemua negara bagian punya realestate property codes/statutes dalam ragam istilah.
Sayangnya, UU Rumah Susun yang diketuk sah tahun 2011, aturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah, entah kapan diketuk sah.[Muhammad Joni – Housing and Urban Development (HUD) Institute, dan Smart Property Consulting (SPC)]