Suara Seruling dan Gamelan “Menghilang” di Batu Kuda

TRANSINDONESIA.CO – Di belahan timur Bundung, tepatnya di Kecamtan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ada sebuah gunung ‘Gunung Manglayang’, Gunung ini oleh para pecinta alam yang berasal dari beberapa komunitas perguruan tinggi (pecinta alam) di Jawa Barat termasuk bagi kalangan Praja IPDN sudah tidak asing lagi didengar.

Karena kawasan ini menjadi lokasi pembaretan serta bagian dsri kawah Candradimuka serta menjadi icon tersendiri apabila menyaksikan kampus IPDN dari ketinggian, dan menjadi kenamgan tersendiri bagi seluruh praja semasa mengikuti pendidikan.

Untuk sampai di puncak Gunung ini, ada beberapa rute yang dapat ditempuh, seperti dari daerah cicaheum, cibiru, cileunyi, jatinangor, cikuda dan tanjung sari. Suasana alam yang indah, ada bukit, lembah, pemukiman penduduk lokal, lahan pertanian dan peternakan masyarakat, lembah yang sejuk dan udaranya yang sehat, membuat pengunjung betah dan terhibur apabila berkunjung menelusuri tantangan berpetualang di sekitar gunung Manglayang.

Mbah Aguh, juru kunci Gunung Manglayang.[IST]
Dari sekian keindahan alam gunung yang ada, penulis ingin memperkenalkan salah satu hal yeng selama ini mungkin telah dilupakan oleh banyak orang yaitu Obyek Wisata Batu Kuda.

Batu Kuda merupakan obyek wisata alam yang berada persis di bawah kaki Gunung Manglayang.

Trans Global

Nama Batu Kuda menurut kepercayaan masyarakat, yang menurut ‘juru kunci’ Mbah Aguh, yang berdomisili di Kampung Cikoneng Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, diambil dari sejarah yang turun-temurun dimana pada zaman dahulu kala.

Di sekitar gunung manglayang sering menemukan dan melihat kuda besar yang terbang dan hinggap di suatu tempat, dimana pada saat dicari dan ditelusuri ternyata di tempat tersebut hanya menemukan sebuah batu.

Penulis di objek wisata Batu Kuda Bndung.[IST]
Konon, kata juru kunci dan tokoh masyarakat setempat bahwa batu itulah yang merupakan “kawenehan” penjelmaan dari kuda terbang yang sering dijumpai “kuda sembrani”di sekitar Gunung Manglayang kala itu.

Menurut juru kunci, sebenarnya pendaki maupun para pencinta alam, pada hari-hati tertentu sangat tidak dianjurkan untuk mengunjungi kawasan batu kuda seperti pada hari Senin dan Kamis, dan pada tempat tertentu di sumber air gunung Manglayang bisa mendengarkan bunyi seruling dan gamelan yang berasal dari tempat munculnya mata air, namun setelah tertutup longsor, fenomena alam tersebut tidak terdengar lagi. Ayo, Cintai Alam, kenang Budaya Nusantara.[La Mimi_633, Widyaiswara]

Share