Mbàthok Lali Jiwo

TRANSINDONESIA.CO – “Bagai katak dalam tempurung”, pepatah klasik menunjukan suatu kebodohan. Di dalam ungkapan ini, tidak menunjukkan adanya kegilaan atau unsur tega atau kejam, masih sebatas bodoh karena kurang wawasan atau wacana.

Namun tatkala melihat fenomena happy di dalm tempurung yang senang melihat orang susah atau susah melihat orang senag, tega merusak alam lingkungan, memprovokasi untuk konflik yang tega terhadap sesama bahkan kepada dirinya, bisa dikatakan bathok lali jiwo. Bahagia dalam kegilaan di dalam tempurung.

Hanya orang eling atau waras yang bisa waspada, orang-orang lali jowo /gila jangankan waspada ingat sama dirinyapun tidak.

Kegilaan ini ternyata ditularkan, dihembus-hembuskan dengan ujaran-ujaran kebencian. Orang mengatakan edan kok iso nular atau edan ko ngajak ajak.

Bàthok

Ini bukan sekedar menular atau mengajak, namun sudah memaksakan harus ikut gila. Yang tidak waras dianggap musuh yang harus diperangi dan ditumpas.

Lembaga pendidikan dimasuki virus bathok lali jiwo agar para murid yakin bahwa menjadi gila, itu suatu kebahagiaan tersendiri atau mungkin mencoba membuat otak para anak didik seragam, kalau bulat ya bulat semua atau kotak ya kotak semua.

Bisa dibayangkan kalau pendidikan dengan model nyithak tahu atau nyetak batu bata apalah jadinya. Tentu bisa menembaki sesamanya sambik cengengas cengenges.

Rasa peka peduli dan berbela rasa terhadap sesama dimatikan. Cetakannya hanya membuat yang berbeda yang gak manut salah grup dosa hajar bunuh musnahkan. Bagaimana kalau cetakan itu dibuat sejak anak-anak yang msh putih dan tulus bagai tabula rasa?  Mereka akan benar-benar kehilangan nalar kepekaan kepedulian dan kempuan berbela rasa.

Relakah generasi mendatang dibuat seperti robot yang hilang kemanusiaannya? Banggakah jika Indonesia dibuat hancur luluh lantak oleh bangsanya sendiri?

Semua jawabanya pasti tidak. Walau tidak semua berani mengatakan namun pasti akan berbuat. Minimal bagi anak-anaknya untuk tidak kecanduan bathok lali jiwo.

Lembaga pendidikan tidak boleh masuk angin. Kareana pada pendidikanlah tergantung masa depan bangsa. Urip iku urup. Bukan urip tapi lali jiwo.

Hidup itu sadar peka peduli dan bertanggung jawab untuk memanusiakan sesamanya. Inilah hidup yang terus memberikan kehidupan bagi semakin manusiawinya manusia. Mari bangkit dan waras untuk berani membuang bathok penyebab lali jiwo.[CDL]

Share