MAKI Minta Presiden Copot Jaksa Agung

Jaksa Agung HM Prasetyo .(ist)

TRANSINDONESIA.CO, JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Presiden Jokowi agar mencopot Jaksa Agung, HM Prasetyo. Hal ini berkaitan dengan putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang menghukum Gubernur DKI Jakarta,  Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selama 2 tahun penjara,

MAKI mendesak Presiden Jokowi agar mencopot Jaksa Agung, HM Prasetyo. Alasannya, putusan majelis hakim ini jauh lebih berat dari pada tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Ahok hanya 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.

“Presiden Jokowi seharusnya mengevaluasi kinerja Jaksa Agung. Sebab ini menandakan kinerja yang tidak beres, dan sangat memalukan,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, di Jakarta, Selasa 9 Mei 2017.

Menurutnya, sikap JPU ‎yang menuntut hukuman 1 tahun penjara, masa percobaan 2 tahun tidak terbukti di persidangan. Dan faktanya Ahok telah melanggar pasal 156 a KUHP.

“Ini kan lucu, ditangan penyidik Polri, Ahok tersangka dengan pasal 156 a, tapi di tangan jaksa malah 156, tapi akhirnya hakim berpendapat Ahok ‎terbukti melanggar pasal 156 a,” jelasnya.

Selain masalah Ahok, lanjut Boyamin, aparat Kejaksaan sejak dipimpin Prasetyo tidak menunjukan kinerja yang baik, khususnya di bidang tindak pidana korupsi. Bahkan banyak kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dihentikan penyidikannya (SP3).

“Kasus korupsi banyak di SP3, hanya menyentuh kroco-kroco seperti kelas kecamatan, masa Kejagung tangani ini, belum lagi penanganan kasus korupsi Bansos Sumsel yang tidak bisa menyentuh Alex Noerdin,” kata Boyamin menandaskan.

Sementara itu, tim JPU yang dipimpin Ali Mukartono menyatakan pikir-pikir dalam mengajukan banding.

“Sikap jaksa penuntut umum tentunya sesuai undang-undang,” kata Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) DKI Jakarta, Masyhudi yang dihubungi secara terpisah.

Meski demikian, dia tetap menghormati putusan hakim meski tidak sesuai dengan tuntutan dari JPU terhadap Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.

Menurutnya, masalah putusan yang lebih tinggi dari tuntutan JPU merupakan hal yang wajar dan bisa saja terjadi.

“Karena rasa keadilan terhadap perkara tersebut bisa saja berbeda antara penegak hukum,” katanya.

Seperti diketahui, majelis hakim PN Jakarta Utara telah menghukum Ahok selama dua tahun penjara.

“Menimbang bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakawa,” kata Abdul Rosyad, anggota Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara saat pembacaan putusan perkara Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa 9 Mei 2017.

Rosyad menyatakan keadaan yang memberatkan terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan dan mencederai umat Islam, perbuatan terdakwa dapat memecah kekurunan antar umat beragama dan antar golongan,

Sedangkan keadaan yang meringankan terdakwa adalah belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan di persidangan, dan terdakwa bersikap kooperatif selama mengikuti proses persidangan.

“Menimbang bahwa selama penyidkan penuntutan, dan pemeriksaan perkara ini terhadap terdakwa tidak dilakukan penahanan dan terhadap penahanan terdakwa dipertimbangkan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 193 ayat 2 a KUHAP menyebutkan pengadilan dalam menjatuhkan putusan jika terdakwa tidak ditahan dapat diperintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan,” kata Rosyad.[KDS]

Share