Politik Dagelan yang menjadi Dagelan Politik
TRANSINDONESIA.CO – Politik Dagelan merupakan analogi perpolitikan yang jauh panggang dari api, tujuanya hanya menguasai, mendominasi, menguras sumber daya bagi diri dan kroninya yang melupakan bagi kesejahteraan rakyatnya.
Poitik dagelan sarat dengan trik dan intrik yang berliku mbulet, mempertahankan status quo dan berbagai hak-hak istimewa kaum-kaum di zona nyaman. Rakyat megap-megap bagai sesak napas pun tidak diliriknya. Semua dianggap biasa, dinilainya rakyat sudah terbiasa menderita.
Politik Dagelan memamerkan berbagai kelucuan, keanehan hingga ketololan yang jauh dari logika, pikiran, perkataan, perbuatannya penuh dengan kepura-puraan.
Memuakkan, membosankan, menjengkelkan membuat hati panas, kecewa, malu, sedih semua menjadi satu. Apa daya bagi rakyat terus dibuat merana hingga putus asa tak berdaya. Seakan penuh keseriusan dibalik canda tawa para yang berkuasa, melihat hasil sumber daya yang akan diterimanya. Penuh suka cita menari nari di atas orang-orang yang menderita sengsara.
Hasutan, taburan kebencian, adu domba, kekerasan menjadi unggulan untuk terus mempertahankan status quonya. Semu saja apa yaang dikatakanya, just lips service. Ngobos kata orang ngomong doang yang bikin bosan. Bagai berjas dasi baju resmi tapi lali ora kathokan. Seakan berwibawa walau memalukan/mempermalukan diri dan bangsanya.
Dagelan-dagelan kebijakan seakan bertopeng bijaksana yang sebenarnya adalah tipuan-tipuan belaka.
Lucu, wagu dan saru terus saja dikumandangkan tanpa ragu, tanpa rasa malu. Haru biru banyak orang mendengarnya, prihatin dibuatnya, kok ya ada orang seperti itu di era digital ini.
Diakah digimon (digital monster) atau monster di era digital? Halus budi bahas, lembut tutur kata namun itu semua penuh dengan harga, harga yang harus ditanggung rakyatnya.
Politik dagelan akan menginspirasi dagelan politik. Dagelan sebagai lawakan lokal, kaum-kaum marginal menghibur diri. Mengisi waktu dengan grundelan, melawan kezoliman dengan cara membuat plesetan/menertawakan sang ndoro yang lali kathokan.
Dagelan politik dilakukan dari menirukan suara, mematut gaya dan perilakunya, mengolah kata-kata busuknya menjadi sesuatu yang wangi walau sebenarnya wangi-wanginya kentut tetap bau juga.
Dagelan tidak selalu dengan suara atau kata-kata. Bisa juga dengan rekayasa gambar, poster dan grafis lainnya yang sebenarnya menjungkir balikkan ketololan menjadi sesuatu kewarasan yang menyadarkan.
Dagelan politik merupakan perlawanan menyehatkan dan mewaraskan dengan cara membuat tertawa atau mentertawakan kegilaan sebagai hiburan dengan harapan yang di kritik tidak marah namun mau berubah.[CDL28112016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana