DPRD Kalsel Minta Usut Pungli Nelayan

TRANSINDONESIA.CO – Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD Kalimantan Selatan Safruddin H Maming meminta aparat atau penegak hukum setempat, agar lebih intensif menginvestigasi dugaan pungutan liar terhadap nelayan di provinsinya.

Pemintaan wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel VI/Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) itu menjawab wartawan di Banjarmasin, Sabtu, berkaitan aspirasi serta keluhan nelayan di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut.

Aktvitas nelayan.[DOK]
Aktvitas nelayan.[DOK]
“Kasihan kalau nelayan dipungli. Sementara usaha mereka di laut terkadang harus bertarung antara hidup dan mati, serta penghasilan belum tentu memadai,” ujar wakil rakyat dari Tanbu yang juga merupakan sentra usaha perikanan laut.

“Aspirasi atau keluhan dari para nelayan itu menitikberatkan pada jajaran Kesyahbandaran Banjarmasu atau KSOP. Dugaan pungli 80 persen ada di KSOP, seperti pengurusan dokumen,” kutip saudara H Mardani H Maming (Bupati Tanbu dua periode) tersebut.

Padahal menurut anggota Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi perhubungan itu, di provinsi ini sendiri bisa pula menerbitkan izin tersebut.

Oleh sebab itu dia memaklumi, nelayan Kalsel mengurus perizinan ke luar daerah, karena pengurusan lebih murah dan regulasinya lebih mudah, yang semestinya KSOP dalam hal ini instansi yang berwenang cermat apa yang menjadi kendala.

“Dari keterangan para nelayan sulitnya pelayanan pembuatan dokumen kapal lantaran KSOP tidak memiliki petugas ahli ukur,” kutipnya seraya mengatakan, seharusnya KSOP segera merekrut petugas ahli ukur sehingga nelayan tidak dibuat sulit.”Oleh sebab itu, jangan heran kalau pendapatan lari ke pulau lain, tidak di Kalsel. Hal tersebut harus segera dibenahi,” demikian Safruddin H Maming.

Sementara itu dari KSOP Banjarmasin Khairil Ilmi menjelaskan, besaran biaya untuk pembuatan suatu dokumen itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 11 tahun 2015.

“Semua tarif pelayanan pengguna jasa ada diatur dalam PP 11/2015,” jelasnya seraya menduga para nelayan mengurus perizinan tersebut dengan calo sehingga tarifnya menjadi tinggi.

Sebelumnya 24 Nopember 2016, puluhan nelayan dari tiga kabupaten/kota, yaitu Tanbu, Kotabaru, dan Kota Banjarmasin mendatangi DPRD Kalsel menyampaikan bermacam uneg-uneg atas permasalahan yang mereka alami.[ANT/TAN]

Share