Siapa Mengelola Rumah Susun Komersial?
TRANSINDONESIA.CO – Rumah susun (rusun) ataupun apartemen bukan bangunan biasa, namun vertical building yang memiliki karakteristik khusus, bahkan lebih bersiko tinggi. Karenanya, perlu spesifikasi khusus dalam pembangunan maupun setakat mengelolanya.
Apalagi penghuninya bukan belasan, bisa ratusan bahkan ribuan, persis seperti komunitas yang tinggal menjulang ke atas, seperti “Negeri di Awan” dengan sejumlah instalasi teknis, konstruksi dan fasilitas yang melingkupinya. Buan hanya seonggok bangunan gedung menjulang, namun ada sistem kelayakan, teknis, keamanan, kenyamanan bahkan tata aturan (estate codes) yang bekerja.
Ringkasnya, jauh berbeda karakteristik dengan rumah tapak (landed house). Tepat jika UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) mewajibkan rusun mengantongi Sertifikat Layak Fungsi (SLF).
Soal lain? Rusun atau apartemen memiliki kepemilikan bersama (common property), karena itu perlu dirawat dan dikelola bersama sebagai representasi semua pemilik dan penghuninya.
Jika rusun atau apartemen yang masih kinclong dan baru saja selesai dibangun dan diserahkan, yang lantas layak fungsi untuk dihuni, namun pemilik dan/atau penghuni belum menempati seluruh unitnya, siapakah yang mengelola bangunan vertikal itu untuk kali pertama? Siapa pula pemegang kewajiban pengurusan, dan pengelola selanjutnya?
Merujuk Pasal 59 ayat (1) UU Rusun, yang berbunyi ”Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum milik dan rumah susun komersial dalam masa transisi sebelum terbentuk dan disahkannya badan hukum PPPSRS wajib mengelola rumah susun”.
Tersebab itu, sudah ada aturan hukum bahwa sebelum ada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), pelaku pembangunan diwajibkan mengelola rusun. Dengan logika itu pula, jika sudah ada PPPSRS maka pengelolaannya diserahkan kepada PPPSRS.
Ups, tunggu dulu, penting dijelaskan, apakah semua jenis rusun membentuk PPPSRS? Pertanyaan itu sudah ada jawabannya dalam Pasal 59 ayat (1) UU Rusun, bahwasanya PPPSRS hanya diwajibkan bagi jenis rumah susun umum milik dan rumah susun komersial.
Oleh karena UU Rusun menganut sistem hukum bahwa pengelolaan rusun dibedakan untuk jenis (1) rusun umum sewa dan rusun khusus (yang merupakan domein subsidi/milik pemerintah, dan pengelola tidak harus berbadan hukum, dan biaya pengelolaan dapat disubsidi pemerintah), dan (2) rusun milik (rusunami) dan rusun komersial.
Bedanya? Rusun komersial dibangun dan disiapkan tanpa subsidi pemerintah yang dialokasikan untuk bukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Artinya, rusun komersial merupakan produk/komoditas bebas yang dipasarkan dengan relasi hukum perdata murni.
Terhadap rusun komersial dan rusun umum milik berlaku ketentuan hukum perdata biasa sebagaimana komoditas yang diperjualbelikan di pasar tanpa subsidi pemerintah. Dengan demikian, beralasan jika pengelolaan rusun komersial dilakukan tanpa campur tangan pemerintah pula.
Namun mengapa pembentukan PPPSRS justru wajib difasilitasi oleh pelaku pembangunan? Apa logikanya? Sederhana saja. Sebab rusun atau apartemen adalah bagian yang perlu dikelola bersama karena adanya kepemilikan bersama (common property) yakni benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama.
Sehingga perlu badan hukum yang merupakan kristalisasi seluruh pemilik satuan rusun atau unit apartemen untuk menjamin pemilik menikmati secara sempurna paska jual produk rusun itu. Tamsilnya, seperti membeli mobil baru yang dalam setarukan nafas memerlukan pelayan servis purna jual.
Mengapa fasilitasinya wajib bagi pelaku pembangunan? Karena pembentukan dan disahkannya status badan hukum PPPSRS merupakan bagian tidak terpisahkan dari kewajiban pelaku pembangunan terhadap produk sarusun yang dijualnya. Ini sesuai prinsip tanggungjawab produk (product liability) dalam hubungan hukum perdata dan hukum perlindungan konsumen.
Karena adanya relasi hukum perdata dan perlindungan konsumen itulah, maka fasilitasi pembentukan PPPSRS merupakan kewajiban pelaku pembangunan. Bukan kewajiban, fungsi dan tugas yang diletakkan pada pemerintah.
Alasan lain? Jika merujuk Pasal 59 ayat (1) UU Rusun yang menetukan bahwa hanya rusun komersial dan rusun umum milik yang diwajibkan membentuk PPPSRS. Sebaliknya tidak ada norma yang mewajibkan pembentikan PPPSRS untuk rusun umum sewa, rusun khusus, dan rusun negara.
Artinya, relasi hukum untuk rusun komersial dan rusun umum milik adalah domein hukum perdata biasa, sehingga bukan kewenangan pemerintah melakukan intervensi dalam pembentukan PPPSRS. Kecuali hanya dalam pengendalian selaku regulator dan melakukan pengawasan (Pasal 70 ayat (5) UU Rusun).
Jadi, UU Rusun menganut prinsip bahwa relasi pemilik/konsumen dengan pelaku pembangunan/produsen rusun komersial adalah relasi hukum perdata murni, sehingga tidak ada alasan dan rasio legis masuknya pemerintah dalam tindakan pengelolaan rusun komersial dan rusun umum milik (rusunami). Apakah selesai hanya dengan membentuk PPPSRS? Bagaimana jika PPPSRS lebih dari satu? Tulisan-tulisan berikut akan membahasnya.[Muhammad Joni – Managing Partner Law Office Joni & Tanamas, Sekretaris Umum Housing and Urban Development (HUD) Institute]