Pelangi Menuju DKI-1

TRANSINDONESIA.CO – Semalam menjadi malam yang ditunggu-tunggu sejak berbulan-bulan, sudah sampai pada puncaknya yaitu, diumumkannya pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta yang resmi tiga pasang yaitu Ahok – Djarot diusung PDI-P, Golkar, Nasdem, dan Hanura; Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni didukung oleh Demokrat, PPP, PKB, dan PAN; Anis Baswedan – Sandiaga Uno diusung Gerinda dan PKS.

Saya termasuk rajin mengikuti perkembangan proses pencalonan ini, dan memang banyak hal yang diluar prediksi awal para analis politik.

Memang gelombang anti Ahok “luar biasa” dibandingkan pencalonan Gubernur DKI sebelumnya, apalagi terkesan Ahok tidak peduli dan tidak berusaha merubah strategi kebijakannya yang selama ini dilakukan oleh Gubernur DKI sebelumnya.

Pasangan calon Gubernur DKI, Ahok - Djarot, Agus – Sylviana, Anis Sandiaga.[IST]
Pasangan calon Gubernur DKI, Ahok – Djarot, Agus – Sylviana, Anis Sandiaga.[IST]
Nampaknya Ahok mempraktekan “Yakusa” Yakin Usaha Sampa Sampai yang menjadi salamanya HMI dan KAHMI (tujuannya yang beda).

Kita tidak perlu mengkaji lagi kenapa SBY tega mencalonkan anaknya, sama juga teganya membiarkan mertuanya, Ketum nya, menteri-menteri nya masuk penjara, terlepas apa persoalannya.  Saya mencoba melihatnya bagaimana kira-kira dinamika kedepan ini dalam proses pemilihan Gubernur dan  Wagub DKI.

Dengan munculnya tiga calon ini, dapat digambarkan Ahok – Djarot mendapatkan dukungan dari Presiden dan Partai Pemenang Pemilu (PDI-P), walaupun ditingkat lapangan ada ketidak puasan dari fungsionaris dan anggota partai. Pendukungnya tentu mereka – mereka yang senang dengan gaya kepemimpinan Ahok, dan masyarakat yang merasakan perobahan wajah kota dan mereka – mereka yang bekerja di mesin birokasi DKI.

Memang ada juga sebahagian masyarakat yang mendukung gaya Ahok yang rada “sableng” karena “katanya” dengan cara demikian Jakarta baru dapat berubah.

Kemudian muncul calon yang mengangetkan yang diusung Demokrat-PPP-PKB-PAN, yaitu Putra SBY, Presiden kelima, seorang Doktor, Militer dengan pangkat Perwira Mengengah AD, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono didampingkan dengan seorang Profesor, Doktor  Sylviana Murni, birokrat di Pemda DKI.

Mungkin ada beberapa pertimbangan SBY, yang tentunya hanya dia yang tahu yaitu, sebagai Presiden selama 10 tahun merasa masih dicintai oleh masyarakat DKI, dan masih punya pengaruh dikalangan birokrasi  dan masyarakat Betawi dengan  hadirnya Sylviana Murni yang masih terlihat cantik dan energik.

Agus sebagai Perwira Militer, dan SBY yang Jenderal Purnawirawan, akan mendorong Militer untuk posisi netral  dan juga Polisi.  Jokowi  tidak bisa leluasa  menggunakan instrumen perangkat keamananya  secara berlebihan untuk memenangkan calonnya.  Tapi SBY harus berhati-hati juga dalam memunculkan anaknya tersebut.

Isu membangun kerajaan “kekuasaan” yang selama ini sering ditujukan kepada Bu Mega, akan dikatakan orang “tidak ada bedanya”.  Kelompok masyarakat yang tidak suka dengan model “garis keturunan”  yang ada di kubu Ahok mungkin cenderung memilih pasagan Anis – Uno, yang diusung Gerindra yang belum pernah memegang kekuasaan.

Nah, sekarang pasangan Anis – Uno. Kedua pasangan ini merupakan antitesa dari Cagub Ahok. Anis adalah tim sukses Jokowi dan sukses membawa Jokowi ke kursi Presiden.

Karena Anis Baswedan ini seorang pendidik, diangkat Jokowi sebagai Menteri Pendidikan. Tetapi ngak ada angin, tidak ada hujan, dcopot begitu saja tanpa alasan yang jelas, bahkan kabarnya Anis merasa tidak ada tanda-tanda mau diganti.

Dengan tutur kata yang teratur, bersama Sandiaga Uno, terkesan ramah, tidak sombong  dan relatif muda usia,  intelektual, tentu diharapkan kubu Gerindra sebagai magnit untuk mendulang suara dari pendukung dan kader PDI-P, Golkar, Nasdem, yang secara diam-diam tidak suka dengan perangai Ahok.

Statetmen Anis d TV malam tadi menyatakan, Jakarta bukan sekedar Kota, tapi adalah tempat orang bermukim, menguatkan dugaan tersebut.

Dengan adanya tiga calon tersebut, maka isu SARA  yang akan dijadikan batas demarkasi jika “head to head”, akan tereduksi dengan sendirinya. Yang akan dimunculkan adalah adu gagasan, adu janji dan bukti.

Yang tidak bisa dihindari, adalah serangan kedua calon lawan Ahok, akan melakukan serangan yang agak sensitif terhadap perilaku Ahok yang main gusur, ngomong kasar, dan kasus-kasus Sumber Waras, dan Tanah Tanggerang dan Reklamasi Pantai Utara.

Bagaimana Presiden Jokowi?

Karena dari awalnya Jokowi sudah berpihak dengan Ahok, maka dengan munculnya tiga calon tersebut, Presiden akan lebih soft dan berhati-hati.

Tapi dugaan saya, mesin partai PPP, PKB, dan PAN tidak maksimal memperjuangkan pasangan Agus – Silvyana. Karena  mereka juga punya ikatan koalisi dengan PDI-P dan mendapatkan jatah kursi Menteri. Dan Demokrat akan bekerja sendiri, mesin partainya yang kekuatannya terbatas.

Disatu sisi, Jokowi juga, tentunya masih memandang dan merasakan Anis Baswedan adalah orang yang dulu mati-matian ikut berjuang memenangkannya sebagai Presiden.

Kondisi ini menyebabkan Presiden Jokowi menjadi sulit, dan memang sebaiknya tidak berpihak. [Chazali H.Situmorang-Dosen FISIP UNAS dan Direktur Social Security Development Institute]

Share