Panglima TNI: Terorisme Adalah Bentuk Proxy War di Indonesia

TRANSINDONESIA.CO – Bangsa Indonesia harus waspada terhadap paham terorisme karena teroris adalah sebagian dari Proxy War yang ada di Indonesia.

Demikian dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo beberapa waktu lalu saat memberikan kuliah umum dihadapan  490 Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pertahanan, PMPP IPSC, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu 28 Agustus 2016.

“Banyak orang yang mengatakan bahwa terorisme yang terjadi di Indonesia bahkan di dunia adalah karena faktor ketidakadilan, maka hal tersebut  adalah bohong karena masalah terorisme sebenarnya berlatar belakang  energi, ISIS sebagai contoh nyatanya,” ujar Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.[IST]
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.[IST]
Lebih lanjut Panglima TNI mengatakan bahwa, ISIS saat  ini bukan lagi ISIS melainkan Islamic State, karena mereka para teroris ingin membuat satu negara  menjadi negara Islam, namun perekrutanya dari seluruh negara.

“Jadi ISIS sistem perekrutanya itu mencari hal-hal yang sensitive, dimana kesenjangan sosialnya dan tingkat ketidakadilan sangat tinggi serta sering terjadi pelecehan agama di negara tersebut, seperti Indonesia dan Perancis serta beberapa negara lainnya,” imbuh Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Dalam kesempatan tersebut Panglima TNI mengatakan bahwa, banyak  anak-anak Indonesia yang masih kecil, saat ini berada di Suriah, dimana mereka diberikan latihan menembak dan latihan militer lainnya untuk dididik menjadi pasukan ISIS.

“Anak-anak tersebut dicuci otak untuk menjadi teroris bahkan mereka membakar raport sekolahnya  dan  apabila nantinya mereka terdesak di Suriah, maka sesuai doktrin  para teroris tersebut akan kembali ke negara asalnya dan mengadakan perjuangan di wilayahnya masing-masing,” ungkap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyampaikan beberapa  hasil survei yang dilakukan oleh lembaga penelitian seperti, Wahid Foundation pada tahun 2016 mengatakan bahwa 7,7% muslim Indonesia bersedia berpartisipasi dengan teroris, 0,4%  pernah berpartisipasi dengan teroris. Sedangkan Setara institute mengatakan bahwa 35,7% siswa SMA Negeri Jakarta dan Bandung intoleran pasif, 2,4%  intolerar aktif  dan 0,3% berpotensi menjadi teroris.

Hasil survei yang sama juga disampaikan oleh Universitas Islam Negeri Jakarta pada tahun 2011 bahwa, 26,7% mahasiswa  Islam setuju jihad dengan kekerasan 68,4%  tidak setuju. Sedangkan CSRC UIN Jakarta pada tahun 2008-2009 mengeluarkan hasil survei dimana  45% Takmir Masjid di Jakarta mewajibkan berdirinya Negara Islam dan 26% jihad melawan kaum non muslim, dan 32% wajib perjuangkan kilafah, sementara 14% wajib perangi pemerintah yang tidak melakukan sari’ah.

“Dapat dibayangkan betapa perekrutan teroris sangat mudah dengan menggunakan media sosial dan teroris Indonesia memiliki dana yang cukup besar. Dana teroris yang masuk ke Indonesia paling besar dari Australia bukan negara Australia ya tetapi dari wilayah Australia, Malaysia, Brunei dan Philipina, dimana teroris yang telah dilatih  disiapkan untuk masuk ke Indonesia,” kata Panglima TNI.

Panglima TNI juga menyampaikan bahwa, sumber dana teroris yang masuk ke Indonesia melalui yayasan-yayasan sangat besar, namun kita tidak dapat berbuat apa-apa, karena Undang-Undangnya masih mengatakan bahwa  terorisme adalah tindakan kriminal biasa.

“Maka dari itu saya katakan alangkah bodohnya bangsa ini, kalau masih mendefinisikan teroris adalah kejahatan kriminal, kalau kejahatan kriminal berarti tindakannya berdasarkan hukum pidana, padahal itu sudah pembunuhan secara massal, membuat ketakutan berlebihan, merusak sendi-sendi kehidupan, bahkan merusak kedaulatan negara, itu adalah kejahatan negara, kita harus berani menyikapi hal itu,” tegas Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.[Sap]

Share