Berubah ? “..Ngimpi…”
TRANSINDONESIA.CO – Sebuah iklan yang menunjukan adanya jin dalam lampu wasiat. Tatkala dimintai perubahan wajah menjadi ganteng; dia tertawa sambil ngeloyor dan meneriakan “ngimpi”.
Niat untk berubah yang begitu besarpun akan bagai mimpi di siang bolong. Hampir-hampir tidak mungkin karena sang Mbah Rekso (penjanga) naga mafia birokrasi begitu kuat agar status quo dan kenyamananan yang mereka nikmati sekarang ini terus dipertahankan kalau bisa ditingkatkan.
Siapa saja yang anti status quo akan dimatikan bahkan tidak lagi mempedulikan orang ini baik atau benar, pokoknya siapa saja yang menentang dan berseberangan dilibasnya.
‘Wong Apik Ditampik-tampik’
‘Wong Bener Thenger-thenger’
‘Wong Jahat Munggah Pangkat’
‘Wani Wirang Adol Isin’
Banyak ungkapan-ungkapan yang menunjukan protes dan kekecewaan tetapi apa mau dikata karena yang berkuasa sedemikian kuatnya. Diskriminasi akan terus merajai dan menghantui bagi siapa saja untuk patuh taat bahkan ketakutan dan menjadikannya kelompok-kelompok berhutang budi.
Adakah harapan berubah? Pasti ada. Merubah sesuatu diperlukan: 1.Ide sebagai soft power inspirasi pemikiran secara konseptual bahkan teoritikal, 2.Power: kekuatan baik kekuasaan, kewenangan, pangkat, jabatan, dan sebagainya, 3.Massa: ada peer group, pengikut yang mempercayai dan mendukung, 4.Timing atau waktu yang tepat.
Point tadi itu pembangun mimpi untuk menuju dan melakukan perubahan bila tidak ya tetap saja hanya angan-angan dan mimpi selamanya.
Dudu nglakoni sing disenengi nanging nyenengi sing kudu dilakoni, “Bukan melakukan yang disukai, melainkan menyukai apa yang harus dilakukan”.
Mencintai pekerjaan bukan mencintai jabatan. Kesadaran dalam memilih untuk menjalankan tugas dan kewajiban yang sebenarnya merupakan pemenuhan upaya-upaya untuk memanusiakan manusia.
Memanusiakan manusia merupakan sesuatu yang fungsional yang menjadikan kehidupan manusia beradab. Kesadaran untuk mencintai dan bangga dalam melalukan apa yang semestinya merefleksikan kepekaan dan kepedulian terhadap sesamanya.
Upaya-upaya untuk melakukan yang semestinya antara lain hidup berguna bagi sesamanya, sebagai penolong, untuk menjadikan sesuatunya menjadi lebih baik.
Mencintai dan bangga akan apa yang menjadi kewajiban diwujudkan dengan pikiran, perkataan dan perbuatan untuk memahami dan bukan meminta untuk dipahami. Memahami sebagai wujud dari kerelaan dan keberanian untuk berkorban atau merendahkan diri bagi sesamanya. Dalam konteks ini turut berbelarasa.
Tatkala ego menguasai maka yang semestinya diabaikan dan kesukaanya saja yang diutamakan. Namun sebaliknya, tatkala ego mampu dikalahkan maka apa yang menjadi kesukaannya bisa diabaikan bahkan ditinggalkan dengan memilih menyukai apa yang menjadi kewajiban dan semestinya dilakukan.[CDL28082016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana