“Yo Ngono Kui?” Seni Sebagai Refrleksi Kehidupan [2]

TRANSINDONESIA.CO – Pameran lukisan bersama “Padamu Negeri” dalam memperingati Hari Anak Nasional dan menyongsong Proklamsi Kemerdekaan Indonesia ke-71 telah dibuka di Gedung Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Selasa (9/8/2016) malam.

Pada lukisan tersebut akan diisi dengan diskusi “Seni sebagai refleksi kehidupan” pada Sabtu, 13 Agustus 2016 yang salah satu pemberi materi adalah Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana, yang juga menampilkan 9 karya tulisnya pada pameran Proklamasi “Padamu Negeri” oleh wakil-wakil bangsa Indoensia yakni, Afriani, Chryshnanda Dwilaksana, Eko Banding, masPadhik, Vukar Lodak dan  Wahyu Oesman, berlangsung hingga 19 Agustus 2016 mendatang.

Chryshnanda Dwilaksana (tengah) bersama pelaku seni lukis pada pembukaan pamerana lukisan bersama “Padamu Negeri” di TIM, Selasa (9/8/2016).[Imh]
Chryshnanda Dwilaksana (tengah) bersama pelaku seni lukis pada pembukaan pamerana lukisan bersama “Padamu Negeri” di TIM, Selasa (9/8/2016).[Imh]
Berikut bagian kedua materi yang akan disampaikan Chryshnanda Dwilaksana;

Dalam hidup dan kehidupan manusia dapat mempelajari logika, etika  dan  estetika. Logika membuat manusia berpikir secara rasional, sistematis, visioner dan mampu mempersiapkan dan menemukan hal-hal baru untuk kehidupanya. Etika diperlukan mausia untuk menata moralitas dalam mewujudkan  dan  memelihara keteraturan-keteraturan sosial/ menangani masalah-masalah moral yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Estetika merupakan suatu refleksi atas kehidupan manusia dalam berbagai karya seni yang menjadikan hidup semakin dinamis dan bisa dinikmati dalam memanusiakan manusia.

Estetika/ seni bukan sebatas yang indah-indah/yang rapi/ yang tertata melainkan kedalaman penghayatan dan perefleksian atas hidup  dan  kehidupan sebagai bentuk peradaban manusia dalam mencari  dan  menemukan jati dirinya. Memang banyak karya seni terutama pada seni kontemporer yang bukan semata-mata memindahkan benda yang ditirunya dalam bentuk/ karya ciptaanya. Seni terwujud sebagai ungkapan jiwa sebagai refleksi atas penghayatan hidup  dan  kehidupanya. Yang juga merupakan suatu bentuk kepekaan  dan  kepeduliannya kepada hidup  dan  kehidupan yang dijalaninya. Pelukis S Sudjojono mengatakan seni itu jiwa yang Nampak.

Dari jiwa yang nampak tadi dapat memberikan sesuatu yang dihayati, dirasakan dan diungkapkan atas sesuatu. Seni bukan semata-mata pemujaan/ penyanjung nyanjungan sesuatu, melainkan ada perenungan/ tantangan yang mendalam atas suatu kehidupan, karena seni  pemaknaan/penghayatan atas hidup  dan  kehidupan. Seni yang tinggi adalah mampu menampilkan kompleksitas, ambigusitas dan berbagai dimensi yang mendalam dan mampu menghanyutkan /membawa perasaan.

Seni adalah bagian dari hidup dan kehidupan manusia. Manusia menghidupkan kehidupanya melalui seni. Dengan seni hidupnya semakin bermakna, semakin beragam. Bagi para pemimpin perlu pemahaman tentang seni  dan  budaya sehingga dalam melaksanakan tugasnya untuk memanusiakan manusia, mengangkat harkat dan martabat manusia semakin peka dan peduli.

Keberhasilan tugas bagi seorang pemimpin salah satunya adalah mampu memanusiakan manusia. Kepekaan  dan  kepedulian akan kehidupan diwujudkan melalui  kecepatan merespon, pemecahan masalah, menjembatani, menangani potensi-potensi yang dapat mengancam, menghambat, merusak,  bahkan mematikan kehidupan.

Memahami kehidupan manusia diperlukan hati nurani untuk bisa berempati. Melatih hati nurani yang berempati salah satunya melalui seni. Tatkala saling berkomunikasi, saling mengunjungi antar warga, bahkan dengan berbagai kegiatan kemanusiaan. Hingga penegakkan hukumnya sekalipun dapat diterapkan dengan elegan, manusiawi.

Membangun kemitraan, membangun kepercayaan tatkala seni menjadi pilarnya maka para punggawa penyelenggara negara  dan  pemangku kepentingan lainya akan mampu menunjukan : ketulusanya, kejujuranya, empatinya, kebenaranya, penghormatanya akan manusia. Karena seni dasarnya adalah hati yang tulus, hati yang jujur, empati,menyuarakan kebenaran. Itu juga bagian membangun peradaban. Disinilah ditunjukan juga membangun keadilan. Hukum yang dibuatpun menunjukan hukum yang adil, humanis yang dapat mengangkat harkat dan  martabat manusia.

Dengan seni hati dan otak kanan terasah kepekaanya, disinilah perlunya untuk kesadaran, kepedulian dan meminimalisir niat-niat jahat, kalaupun terpaksa dilakukan masih ada rasa malu dan tidak lagi membangga-banggakan yang keliru.

Suatu bangsa yang mampu mengapresiasi seni  dan  karya seni anak bangsanya akan lebih peka dan peduli akan manusia dan  kemanusiaan. Seni merupakan suatu yang bisa dinikmati dalam hidup dan kehidupan manusia. Keteraturan sosial misalnya, ini merupakan seni dalam menata, menumbuhkembangkanya. Hidup dan kehidupan memang akan semakin hidup. Kemampuan mengapresiasi seni merupakan hasil dari edukasi, kontemplasi yang diajarkan dalam kelas, alam,lingkungan dan kebudayaan.

Seni hidup dalam lingkungan manusia, dan manusialah yang menghidupkan seni itu. Seni yang telah membudaya akan menjadi habitus hidup  dan  menjadi kehidupan manusia. Karya seni akan sangat dipengaruhi tingkat kepekaan,  kedalaman dalam merefleksikan atas hidup dan kehidupan termasuk cara mengapresiasinya. Batu-batu berlian sebelum ditemukan dan ditambang di daerah asalnya dianggap sebagai kelereng dan bahan mainan anak-anak saja. Karya seni yang diakui dan diterima dalam balai lelang/ tempat-tempat lelang internasional yang memiliki nilai ekonomis dan apresiasinyapun sangat tinggi akan dihargai dengan nilai tinggi dan pengakuan luas biasa hebatnya.

Batu bacan yang dipakai sebagai gift kepada presiden obama saat berkunjung ke Indonesia, nilainya melonjak dan diburu banyak orang. Padahal dahulu hanya sebagai batu fondasi atau batu-batu akik biasa. Lagi-lagi manusia yang menentukan tingkat apresiasi sebuah karya seni. Seni bagian dari hidup dan kehidupan yang sejak awal manusia ada sebenarnya sudah berkesenian, hanya tingkat apresiasi yang berbeda.

Seni sebagai upaya membuat orang tertawa dalam parodi / kritik atas perkeliruan dan keanehan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan

Kembang turi yo mas tibo lemah, mlebu omah ojo karo mlayu, ati seneng yo mas ojo susah, timbang susah ayo ngguyu, ayo ngguyu ….ayo ngguyu .. Yen ngguyu ojo seru-seru ….

Masih ingat lagu keroncong ayo ngguyu (Mari tertawa), lagu ini merupakan lagu pelipur lara, mengajak kita semua tertawa melepaskan situasi yang menyedihkan/ membuat susah hati. Seni membuat hati gembira dan bisa menghibur diri atas luka batin dan kekecewaan-kekecewaan yang terjadi. Seni mengajarkan kelembutan mencari solusi tanpa kekerasan atau anarkisme. Semi juga merupakan penyaluran atas duka lara menghadapi masalah-masalah sosial yang menjengkelkan bahkan memuakan.[Chryshnanda Dwilaksana]

Share