TRANSINDONESIA.CO – Peralihan identitas penduduk ke e-KTP ternyata tak mengurangi persoalan kependudukan. Karena, hingga saat ini belum semua masyarakat memiliki e-KTP.
Menurut Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat (Jabar), Harminus Koto, hal tersebut diprediksi akan menjadi salah satu persoalan pada pemilihan kepala daerah serentak 2017 mendatang. Karena, saat ini secara nasional baru 80 persen warga yang sudah memiliki e-KTP. Artinya, masih terdapat banyak warga yang belum memiliki data kependudukan tersebut.
“Pada pilkada serentak 2015 di Jabar, cukup banyak kecurangan akibat adanya warga yang tak memiliki e-KTP,” ujar Harminus kepada wartawan akhir pekan lalu.

Harminus mengatakan, modus yang dilakukan dengan menggelembungkan jumlah pemilih di salah satu tempat. Bahkan, pada satu RT terdapat tambahan pemilih yang signifikan hanya dalam waktu yang singkat. “Masa iya DPT B2 itu dalam waktu singkat jumlahnya bertambah signifikan. Antara 400-600 orang, bahkan ribuan, dalam waktu sepekan,” katanya.
Harminus menilai, kecurangan tersebut melibatkan petugas Pilkada setempat. “PPDP PPS tidak bekerja, jadi tidak ada perbaikan. Ada juga yang melibatkan RT, PPDP-nya langsung oleh RT,” katanya.
Selain penggelembungan pemilih, kata dia, politik uang menjadi kecurangan yang kerap terjadi dalam setiap ajang pemilu. Peserta pemilu maupun timnya tidak pernah berhenti mempengaruhi pilihan masyarakat dengan memberi uang.
Upaya pencegahan pun, kata dia, terus dilakukan Bawaslu dengan menggandeng kepolisian. Pada pilkada serentak 2017, Bawaslu memiliki kewenangan yang lebih dibanding sebelumnya.
Meski begitu, kata dia, masyarakat harus tetap berperan dalam mencegah terjadinya berbagai kecurangan tersebut. Harminus mengaku kerepotan jika pengawasan hanya dilakukan Bawaslu. “Ini tugas besar Bawaslu, dan tugas besar kita bersama,” katanya.
Selama ini, Harminus mengaku pihaknya telah melakukan upaya untuk memberikan pendidikan politik ke masyarakat. Salah satunya, dengann terus melakukan sosialisasi.[Ant/Din]