Konflik SARA akan Hilang Bila Ada Keadilan

TRANSINDONESIA.CO – Sejumlah vihara dan klenteng di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, dirusak dan dibakar massa, Jumat (29/7/2016) malam, sangat mengejutkan dan menyentak kita semua. Ternyata konflik SARA terjadi dan meledak, selama ini seperti api dalam sekam.

Kita sangat menyesalkan terjadinya hal ini, tapi kita juga tidak boleh menutup mata akan kondisi dan keadaan rakyat selama ini.

Konflik seperti ini sering terjadi bukan karena kebencian tapi karena ketidakadilan. Sudah terlalu lama “Kaoem Boemi Poetera” diperlakukan tidak pantas di negara Indonesia yang direbut dengan cucuran keringat, air mata, bahkan darah para Syuhada pendiri bangsa ini.‎

Massa merusak dan membakar Klenteng pada kerusuhan “SARA” di Kota Tanjung Balai, Jumat (30/7/2016) malam.[Ist]
Massa merusak dan membakar Klenteng pada kerusuhan “SARA” di Kota Tanjung Balai, Jumat (30/7/2016) malam.[Ist]
Kita melihat penguasaan ekonomi oleh etnis tertentu ditambah dukungan (backing) oleh pejabat kita yang bermental korup, sering mengakibatkan kesombongan yang berlebihan dan mulai diperlihatkan di depan publik.

Sebenarnya, ini menjadi tugas negara untuk mensejahterakan rakyat, mempersempit kesenjangan ekonomi dan menjamin semua warga negara agar mendapat penghasilan melalui pekerjaan yang layak.

Kita semua tau bahwa konflik SARA adalah masalah serius yang bisa mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu, segenap komponen bangsa harus bahu membahu dan bergotong royong bergerak cepat mematikan sumber-sumber konflik-konflik SARA yang ada.

Jadi jika kita ingin menghilangkan konflik SARA ini, syarat utamanya harus ditegakkan keadilan, baik keadilan ekonomi juga keadilan politik.

Negara harus memberi ruang “Boemi Poetera” untuk berusaha, bukan justru menggusur dan menghilangkan mata pencarian mereka. Jika tercipta keadilan pada kehidupan rakyat, maka rasa saling menghormati yang selama ini ada pada bangsa ini semakin mudah dirajut kembali.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang saling menghormati dalam perbedaan. Apapun latar belakang suku maupun agamanya, kita adalah satu Bangsa Indonesia”.

Abdullah Rasyid [Direktur Sabang Merauke Institute dan Seknas Boemi Poetera]

Share