Maling Timpuh

TRANSINDONESIA.CO – Ungkapan maling timpuh sudah lama tidak terdengar dan jarang digunakan. Makna dari maling timpuh secara umum dapat diartikan, “pencurinya adalah orang terhormat, berpangkat, berjas, berdasi tetapi menghisap uang rakyat”.

Tanpa malu tanpa ragu memamerkan hisapannya dan menjadikan bagian dari pola dan cara kerjanya. Membangga-banggakan kehormatan walau tidak mampu menunjukkan keutamaanya dan tidak lagi memahami apa arti mencuri dan memberi.

Pendidikan, pangkat, jabatan, penampilan, kekuasaan, bukanlah jaminan orang yang memegang teguh kehormatanya. Memanfaatkan kewenanganya menukar kesempatan dengan berbagai keuntungan.

Ilustrasi
Ilustrasi

Apa yang dicurinya semestinya dijaga, diberdayakan dan didistribusikan kepada rakyatnya. Sayang seribu sayang, kalau tukang kemplang diberi kepercayaan, semua akan dikempang dan dijadikan uang. Tidak lagi ia peduli dengan kesengsaraan, penderitaan dan kemanusiaan.

Kebaikan yang ditunjukkan hanyalah obat koreng dan bopeng yang sesaat saja. Tidak sesuai dengan kanker yang dibuatnya. Kerusakan panjang dihancurkan demi kenikmatan dan kesenangan segelintir uang. Kepura-puraan, kemunafikan, keterpurukan tak lagi dipikirkan. Semua itu diabaikan demi kesenangan dalam perebutan kekuasaan.

Para maling timpuh ini seakan dipuja puji bagi pahlawan kesiangan. Jasa dan prestasi dibuatkan orang atau ia beli dipasaran. Semua rekayasa dan penuh Ding janji serta angan-angan kosong.

Mereka tidak ada rasa bersalah. Degan lantang di depan media mengatakan, “siapa menyalahkan saya…..apa salah saya”. Maling-maling timpuh memang luar biasa bagai dewa penguasa.

Tatkala ditangkap KPK pun masih senyam-senyum dan teras saja menitip harta untuk disimpan dimana-mana. Maling timpuh tidak akan pernah merasa bersalah ia merasa dewa yang memiliki hak atas penderitaan rakyat dan bawahannya.[CDL-11072016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share