In Memoriam Muhammad Ali: Belajar dari Sang Legenda Tinju Dunia
TRANSINDONESIA.CO – Selamat jalan Muhammad Ali….di usia 74 tahun sang legendaris tinju dunia berpulang pada sang Khalik.
Kariernya dalam dunia tinju menjadi legenda sepanjang masa. Tinju olah raga keras, dibuatnya menjadi sesuatu yang memiliki cita rasa seni yang menghibur dan mampu menginspirasi. Itulah Ali, terkenal dengan gaya menari-nari di ring tinju, juga mulut besarnya yang menjadi karakter telah menjadi daya tarik luar biasa bagi siapa saja yang melihatnya.
Dari anak-anak sampai orang tuapun mengaguminya. Seandainya para pemimpin, birokrat,punggawa negara mampu memetik inspirasi dari sang legenda yaitu mampu mencintai dan bangga akan profesinya. Pekerjaan-pekerjaan mereka sering kali terkesan kering apalagi dikotori dengan KKN akan memuakkan bahkan menjijikkan.
Mereka tidak lagi akan dipercaya, seandainya rakyat manut itu karena merasa kalah dan terpaksa karena tidak ada lagi pilihan. Mereka jelas tidak mencintai pekerjaanya, karena yang dicintai hanya uang, uang dan uang.
Apapun rela dilakukan dari menyalahgunakan, mengkhianati hingga melacurkan pun dilakoninya dan aneh serta gilanya dibangga-banggakan. Orang-orang yang mampu menjadi seperti Ali tidak akan dihargai, karena mereka tidak memerlukan karakter dan keunggulan.
Yang diperlukan hanyalah orang-orang yang berkelas penjilat dengan mental-mental babu. Mereka tidak suka dengan hal baru, anti kreasi. Tatkala diceritakan atau ditunjukkan prestasi dan apa yang dilakukan Ali tidak akan merasuk dalam sanubarinya.
Semua sebatas angin lalu saja. Semua yang tidak menguntungkan/memberi dampak pada penumpukkan kekayaanya tidak akan meresap di hati.
Prestasi Ali karena kompetensi, keunggulan yang mampu menyatukan, tinju, seni, bisnis dan hiburan dalam satu kesatuan yang menginspirasi.
Profesi, seni, hiburan dan bisnis mempunyai prinsip yang sama yaitu kecintaan, ketekunan dan kebanggaan.
Itulah pembelajaran dari sang legenda bagi kita semua. Tatkala inspirasi Ali diimplemntasikan dalam birokrasi diperlukan pemimpin-pemimpin yang transformatif. Tatkala para pemimpinnya datar dan biasa-biasa saja, apa yang terimplementasi sebatas menunggu perintah dan yang rutin-rutin saja.[CDL-07062016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana