Menghujat Kritis atau Ingin Kebagian?

TRANSINDONESIA.CO – Kritikn sekarang tidak ada beda dengan hujatan. Kritik adalah pemikiran kritis yang bertujuan empowering dan mendukung untuk sukses berhasilnya sesuatu dan tentu saja rasional.

Sedangkan hujatan ini lebih pada luapan emosi pamer keberangasan, pamer sikap dan pemikiran yang terbelenggu (kalau tidak suka dikatakan pameran ketololan) dan ini gaya preman mempertahankan status quo atau preman yang berlagak pahlawan kesiangan untuk dapat bagian.

Kritik yang tidak cerdas adalah refleksi premanisme dan cara berpikir yang cupet atau tidak mencukupi wagu lucu dan memalukan.

Ilustrasi
Ilustrasi

Apalagi dengan dalih-dalaih primordial semakin nampak ketololanya, mengajak kelompok-kelompok primordial agar mendukung atau mendapatkan legitimasi.

Semakin keras teriakanya semakin menunjukan buah kebiadabanya dan ini jauh dari upaya memanusiakan manusia. Pertanyaanya, dibayar siapa atau siapa yg mendalanginya?

Karena mereka berteriak hanya modal dengkul dan mereka mencari penghasilan mempertahankan status quonya, tidak mampu berpikir visioner.

Lagi-lagi dapat ditunjukkan mereka memang senang hidup mengais dan memanfaatkan kesemrawutan. Karena pada keteraturan preman tidak lagi laku dan mereka akan gigit jari tanpa mampu bersaing lagi.

Mereka ini benalu di otak dengkulnya yang mengatasnamakan kesucian, surga bahkan Tuhan namun cara-cara setan yang dilakukan.

Kita perlu renungkan kembali puisi KH Mustafa Bisri, “Tuhan, Nabi, engkau puji-puji, namun ajaranya kamu kentuti. Setan iblis, engkau laknati, namun ajaranya kamu ikuti”.

Puisi ini mengingatkan kita jangan menjadi penipu atau orang munafik mengatasnamakan Tuhan untuk membenarkan perilaku setan.[CDL-25022016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share