Yang Tersisa di Pengukuhan Rektor USU [Bagian 1]
TRANSINDONESIA.CO – Ini bukan laporan pandangan mata sidang pembacaan putusan perkara korupsi pejabat Sumatera Utara (Sumut) yang berseragam batik hadir ‘kompak’ dengan istri muda ‘mengumbar mesra’ dihadapan meja hijau dan diujung palu hakim.
Ini kisah tersisa dari prosesi pengukuhan jabatan guru besar tetap Universitas Sumatera Utara (USU) Prof.Dr.Hasim Purba,SH,M.Hum, yang berpidato tentang keselamatan penerbangan sipil melalui penerapan savety culture, di Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, pada Sabtu 15 Februari 2016 lalu.
Usia prosesi akademis itu, ucapan selamat dari hadirin yang meruah menghadirkan senyum terbaik dan sumringah seakan tak hendak punah. Gelar professor adalah buah manis jerih payah Hasim Purba.
“Kawan kita Hasim Purba, anak Siantar ini aku kenal gigih dan tabah”, teriak Bahtiar Sinaga kepada sejawat angkatan 1985 Fakultas Hukum USU saat antri memberi selamat.
Peluh keringat dan raut cemas semenjak masa kuliah hari pertama sampai pidato pengukuhan berlogo USU di atas sampul depan berwarna merah menyimpan kisah-kisah 31 tahun berlalu.
Tak heran jika acara pengukuhan menjadi ajang pertemuan alias reuni tak terjadwal antara alumni dengan dosen di FH USU. Itu terjadi karena pengukuhan Hasim Purba. Bersamanya dikukuhkan pula Profesor Madiasa Ablisar dalam bidang hukum pidana. Keduanya kompak melengkapi koleksi 132 guru besar tetap USU, seperti dipidatokan Rektor USU, Runtung Sitepu.
Usai prosesi dan pidato pengukuhan yang dirancang “formil-sakral-akademis”, kemudian bertukar menjadi ajang kebahagiaan.
Mengapa? Mungkin karena manusia makhluk sosial dan sekaligus “makhluk reuni” alias suka berkumpul.
Ajang reuni tak terjadwal pun tergelar begitu saja. Terselip diantara ratusan tetamu dan undangan, usai mendengar pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap yang pertama dari stambuk 1985, sekaligus pengalaman pidato pertama Rektor Runtung Sitepu dalam jabatannya.
Seperti biasa, atraksi bersalaman diikuti foto sendirian, berdua, bertiga, berombongan. Banyak juga yang minta foto selfie sehingga antrian pemberi selamat sempat macat beberapa menit. Yang paling lama menggelar atraksi bersalaman, mengambil gambar dan selfie adalah sejawat Hasim Purba stambuk 1985.
“Awak mau selfie sama kawanku Hasim, kawanku itu juga dosen anakku” tutur Yusnawati Siregar sembari tawanya berderai-derai. Yusnawati yang selalu ‘meriah’ itu mengaku anak lajangnya mahasiswa dan aktifis ‘kelas berat’ FH USU.
“Kalau gitu, ini fakta bahwa kita menguasai kampus FH USU sudah dua generasi”, tukas Muhammad Joni setengah bercanda.
Rombongan mantan aktifis kampus yang tampak hadir Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Medan Marasamin Ritonga, Muhammad Joni, advokat dan Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Horadin Saragih, doktor hukum yang menjabat Hakim Agung AdHoc Mahkamah Agung, Rosnidar Sembiring pakar hukum adat FH USU yang sempurna menuntaskan pendidikan S1, S2 dan S3 di almamaternya.
Hadir juga Sujono yang pejabat Kantor Pertanahan Tanjung Balai, Mulkan Hariadi Siregar Notaris di Medan, Yusnawati Siregar Notaris di Stabat, Erwin Adhanto advokat senior di Medan, Erna Herlinda dosen FH USU, Sri Purwaningsih mantan penyiar Radio USU, Nuriani Mantoko, mantan Ketua Kohati Komisariat FH USU, Nurlia Hasibuan, Rita Manurung aktifis organisasi perempuan PTPN 4 yang bersama Nuriani dan Nurliza Hasibuan menggawangi persatuan alumni FH USU 85. [Mj1]