TRANSINDONESIA.CO – Keraguan selalu ada melihat kondisi-kondisi yang sudah salah kaprah, kacau balau, terbalik-balik. Harapan seakan pupus.
Kepada siapa lagi akan berharap? Semua penuh rekayasa, tipu daya, dan parahnya lagi cara berpikir cupet, sangat sederhana dijadikan unggulan dan dibangga-banggakan.
Apa yang dipikirkan bukan melayani, bukan memperbaiki, bukan pula membangun, tetapi malah mengeruknya dan membuat semua sumber daya disedotnya.
Kroni dan cantrik-cantriknya bagai tentakel alat-alat sedot siap menhisap darah rakyat. Mereka berjas dasi baju rapi, dengan segala atribut kemegahan dan kemewahan menjarah dan menghabiskanya untuk diri dan kroninya.
Kalau kita merefleksi dan bercermin serta bertanya “Siapa sebenarnya penjajah kita? Kita akan tahu ya bangsa kita sendiri, temen-teman kita sendiri yang berkhianat dan tidak membawa amanah”.

Lagi-lagi manusia yang merusak dan menghancurkannya. Ketidak pekaan, ketidak pedulian akan menjadi akar kehancuran dan kesengsaraan.
Para Ndoro (tuan) diberi kewenangan, kekuasaan, pangkat tinggi kehormatan dan berbagai fasilitas kenikmatan. Sayangnya, mereka tidak mampu memanfaatkan bagi kemakmuran rakyat dan kejayaan bangsanya.
Selalu membuat pembenaran dan mengembangkan sikap sifat iri dengki. Kalau dia boleh dan bisa kenapa saya tidak. Sehingga saling mencari kesempatan dalam kesempitan bahkan bisa saling tikam dan menyalip ditikungan atau menggunting dalam lipatan. Birokrasi hebat ketika yang mengawaki profesional, cerdas, bermoral dan modern.
Makna profesional adalah ahli, cerdas, kreatif dan inovatif, bermoral. Semua atas dasar kesadaran tanggung jawab dan disiplin, modern berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kalau orang-orang dalam birokrasi visioner, mampu menerapkan kepemimpinan yang transformatif, mampu memperbaiki dan belajar dari kesalahan masa lalu, siap di masa kini dan mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik maka birokrasi hebat, rakyat sejahtera dan tentu saja negara akan terus berjaya dan kuat.[CDL-14022016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana