Kebebasan Beragama, Penangkapan Pendeta di China
TRANSINDONESIA.CO – Propinsi Zhejiang adalah kediaman bagi sedikitnya ratusan ribu, atau bahkan jutaan, umat Kristen-China dan kerap disebut sebagai Jerusalem-nya China.
Namun gelombang penangkapan beberapa bulan terakhir ini, ditambah kampanye resmi sejak lama untuk memindahkan ratusan salib dan bahkan menghancurkan beberapa gereja, telah meningkatkan keprihatinan tentang kebebasan beragama di kawasan itu.
Akhir Januari lalu polisi menangkap seorang pendeta terkemuka, Li Guanzhong dan istrinya. Penangkapan mereka dilakukan setelah penangkapan Gu Yuese dan istrinya. Gu adalah seorang pendeta senior yang memimpin 10 ribu umat di gereja Chongyi, gereja Protestan terbesar yang diakui pemerintah di China.
Menjelang penangkapan Gu, kelompok-kelompok keagamaan yang direstui pemerintah China, antara lain the Three-Self Patriotic Movement dan the China Christian Council, memberhentikan dengan paksa Gu dari jabatannya, dimana pihak berwenang mengatakan Gu sedang diselidiki karena korupsi.
Seorang pendeta di Hong Kong, yang tidak bersedia disebut identitasnya untuk melindungi hubungannya dengan China daratan, mengatakan penangkapan Gu mengejutkan banyak pihak dalam komunitas Kristen-China.
“Saya sudah pernah bertemu Gu sebelumnya. Ia tampaknya jujur dan sangat dihormati. Seorang tokoh yang sangat agamis dan baik. Ia memiliki sangat banyak kontak di seluruh China, baik gereja-gereja rumah maupun gereja-gereja resmi,” ujarnya.
Penangkapan Gu berlangsung di tengah-tengah kampanye terus menerus menentang keberadaan gereja di Zhejiang. Sejak tahun 2013 pemerintah telah memindahkan secara paksa lebih dari 1.500 salib dari gereja-gereja, dengan mengklaim salib itu terlalu besar atau melanggar aturan bangunan.
Gu adalah salah satu dari banyak pemimpin gereja yang menentang secara terang-terangan penghancuran salib itu.
Carsten Vala, seorang asisten profesor ilmu politik di Universitas Loyola mengatakan pemerintah tampaknya sekarang mengambil strategi berbeda di kawasan itu.
“Penangkapan Joseph Gu telah dikaitkan dengan tentangannya terhadap penghancuran gereja dan pemindahan salib. Jadi untuk melihat hal ini dalam perspektif yang lebih luas, tampaknya pemerintah China berupaya mengurangi keberadaan visibilitas Kristiani dalam masyarakat,” kata Vala.
ChinaAid melaporkan seorang pastur Zhejiang lainnya telah dibebaskan dari tahanan rumah pekan ini setelah ditahan selama lima bulan, terkait penyelidikan membahayakan keamanan nasional.[Voa/Fen]