HUD Institute: Program Sejuta Rumah Masih Massif
TRANSINDONESIA.CO – Housing and Urban Develoment (HUD) Institute yang bergerak dibidang perumahan dan lingkungan mendesak pemerintah pusat dapat menekan pemerintah daerah dalam mewujudkan program sejuta rumah sebagi program strategis nasional.
Penekanan tersebut dinilai Sekretaris Umum HUD Institute, Muhammad Joni, sangat diperlukan karena sampai saat ini program kerakyatan tersebut masih berjalan massif.
“Status program strategis nasional oleh pemerintah ini harus dilaksanakan, tidak boleh massif karena ini kepentingn rakyat,” kata Joni.
Muhammad Joni mencotohkan, halnya program Keluarga Berencana (KB) yang dulu begitu massif tetapi didukung semua sektor, baik pusat maupun daerah maka program tersebut berlangsung baik bahkan kita pernah berhasil menekan jumlah penduduk.
Muhammad Joni yang juga Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) mengatakan, HUD Institute meminta pemda mempermudah dan mempersingkat perijinan perumahan publik bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Yang mesti dibedakan perlakuannya dengan pembangunan rumah komersial. Hak atas rumah bagi warga miskin dan MBR merupakan hak konstitusional yang dijamin konstitusi dan itu mutlah harus dilaksanakan pemda,” kata Joni, pada diskusi dan tasyakuran pengurus baru HUD Institute di Jakarta, pada Kamis (14/1/2016).
Langah Tegas
Untuk itu, diperlukan langkah tegas dalam melaksanakan program sejuta rumah yang diluncurkan pemerintah tahun 2015 dan mendesak komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam mendukung program tersebut.
“Komitmen pemda menjadi kunci, karena pemda memainkan peranan penting dalam membuat regulasi, perijinan, dan penyediaan tanah untuk rumah bersubsidi bagi MBR, sehingga program sejuta rumah dapat terlaksana,” kata pengamat perumahan yang mantan Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri, Agung Mulyana.
Agung yang hadir dalam diskusi tersebut menyatakan, saat dirinya menjabat Dirjen telah mengusulkan adanya Instruksi Presiden (Inpres) yang menetapkan program pembangunan perumahan sebagai komitmen dari program strategis nasional itu.
Dengan demikian, pemda secara mutlak dituntut untuk menyesuaikan regulasi di daerah untuk mengakomodasi kemudahan bagi penyelenggaraan perumahan sesuai UU 23/2014 tentang Pemda pada Pasal 67 menyatakan, bahwa salah satu kewajiban pemda adalah melaksanakan program strategis nasional.
“Jika Inpres itu dikeluarkan, semua daerah bisa diperintahkan untuk mengubah tata ruang. Selama itu untuk menjalankan program strategis nasional semuanya dapt diubah,” katanya.
Sementara, Direktur Perencanaan Penyediaan Perumahan, Ditjen Penyediaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dedi Permadi, mengatakan sejauh ini secara intensif terus berupaya meningkatkan kapasitas pemda agar tangguh dalam program sejuta rumah.
“Secara umum, pemerintah mengidentifikasi sembilan pokok masalah seputar perumahan dan sebagian besar erat terkait dengan fungsi pemda,” kata Dedi.
Kesembilan pokok masalah tersebut adalah terkait regulasi, fungsi koordinasi dan kelembagaan yang belum optimal, lemahnya pengawasan dan pengendalian, kurangnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi, kesulitan pendanaan, masalah ketersediaan lahan, ketersediaan bahan bangunan, dan terakhir dukungan infrastruktur yang belum memadai.
“Terkait pemda, disediakan program dekonsentrasi untuk penguatan dan menyediakan sebagian dana pusat yang dialokasikan ke provinsi dengan fokus untuk memperkuat pemda melalui berbagai kegiatan,” terangnya.
Sedangkan Direktur Pemasaran Perumnas, Muhammad Nawir, menyatakan sampai saat ini masih banyak pemda yang pasif dalam mendukung program perumahan.
“Perizinan di daerah masih menjadi momok bagi para pengembang untuk merealisasikan pembangunan unit-unit rumah baru,” kata Mawir.(Yan)