Menikmati Pendekatan Rasa Syukur Hingga Kebencian
TRANSINDONESIA.CO – Menikmati berbagai pendekatan dapat dilihat dari segi jasmani dan rohani. Pendekatan-pendekatan jasmani biasanya erat dengan pemahaman kenikmatan duniawi, badaniah.
Dicari dan diminati sebagai refleksi jiwa hati dan kesukaanya pada hal-hal yang materi. Menikmati secara rohani bisa juga secara psikis atau rohani yang dikaitkan dengan rasa syukur atas apa yang dialaminya secara spiritualitas, walau kondisi fisik dan keduniawianya tertekan, serba kekurangan, sakit bahkan terancam kematian sekalipun.
Rasa syukur yang berkaitan dengan kenikmatan dan kemampuan menikmati yang paling hakiki dan mendalam.
Tatkala kenikmatan fisik yang menjurus pada sikap dan sifat hedonis mendominasi maka biasanya akan membanding-bandingkan, membuat standar penilaian berdasar asumsi dan pendekatan yang bisa saja menjurus pada salah tafsir, yang membenarkan atau memaksa sehingga terjadi kesalahpahaman yang memicu konflik satu dengan yang lain.
Menikmati kenikmatan baik jasmani maupun rohani bisa dilakukan secara pribadi maupun kelompok.
Kemampuan menikmati dan merasakan kenikmatan adalah produk kepekaan, kepedulian bahkan dari kepercayaan dan keyakinanya, bukan produk ikut-ikutan sekedar memamerkan untuk menyakiti atau menunjukkan akuisme dan egoisme yang berdampak pada konflik-konflik baik personal, komunal bahkan secara horisontal.
Konflik atas kenikmatan dipicu dari persepsi dan pemahaman yang dikaitkan dengan sumber daya, yang merambat pada harga diri dan asumsi-asumsi yang bertaburan menjadi salah benar, baik buruk.
Siapa dominan akan menyalahkan walau statementnya belum tentu benar, dan biasanya akan menjadi persepsi pribadi yang dipaksakan.
Sebagai pembenaran, menikmati, kenikmatan rohani, spiritualitas, lebih pada sikap syukur dan diiringi keyakinan akan pemenuhan kebutuhan bukan pengabulan permintaan.
Kenikmatan fisik akan memancing dan menjadi potensi konflik berkepanjangan karena menyangkut harga diri, apa lagi dengan statement kebencian saling menyalahkan bisa membuat kemanusiaan hilang karena tiada lagi kepekaan, kepedulian yang diganti dengan menyalahkan dan kebencian.(CDL-03012016)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana