TRANSINDONESIA.CO – Masih adakah peninggalan istana kerajaan zaman Mataram kuno, Singosari, Kediri, bahkan Majapahit yang masih utuh?
Jwabanya sudah dipastikan tidak ada.
Mengapa tidak ada? Bisa jadi kayunya lapuk atau sdh terlalu tua, karena bencana alam sehingga hilang tertelan bumi tertimbun tertimbun debu atau abu vulkanik. Bisa juga diratakan oleh musuh.
Benarkah kita ini mewarisi sifat untuk saling menghancurkan? Bisa jadi demikian.
Tatkala rusak atau terkena bencana sisa-sisanya masih bisa ditelusuri atau setidaknya masih ditemukan posisi atau lokasi bekas kemegahannya.
Cerita monyet dan burung Manyar yang hidup berdampingan. Burung Manyar sebagai pekerja dan visioner, sedangkan Monyet hidupnya serampangan atau masa bodoh dengan masa depan.
Dimusim kemarau si burung Manyar membangun sarang sebagai rumahnya. Sedang Monyet seenaknya saja tidur berpindah-pindah.
Saat musim hujan tiba, si burung Manyar menempati rumahnya yang hangat, si Monyet basah kuyub kedinginan.
Burung Manyar menegur sambil menasehati dan sesekali menyalahkan sikap si Monyet yang masa bodoh.
Si Monyet malah marah lalu merusak rumah burung Manyar. Akhirnya mereka berdua sama-sama tidak mempunyai rumah dan menahan dingin.
Apakah kita mewarisi sifat burung Manyar yang hanya bisanya menyalahkan tanpa memberi solusi maupun bantuan (omdo; omong doang).
Atau sifat Monyet yang tidak tahan kritik atau tidak bisa dinasehati sehingga cepat naik darah bila di beri saran dan merusak semua yang ada (udheng; utek dhengkul)?
Sekarang ini, kita tidak lagi mampu menunjukan sebagai bangsa yang ramah? Sebentar-sebentar emosi, marah, konflik, demo anarkis dan bangga kalau merusak fasilitas umum atau menimbulkan kekacauan.
Apa yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang? Sifat yang tidak berbela rasa (omdo) atau sifat masa bodoh dengan perilaku anarkis (udheng)? (CDL-Jkt261015)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana