TRANSINDONESIA.CO – Perintah, adalah perintah dan segera dilaksanakan tidak untuk dinalar atau diperdebatkan. Melawan perintah ada sanksinya. Bagaimana kalau perintahnya salah?
Ada pasal yang mengaturnya, yakni pasal 1: Pimpinan (Komandan) tidak pernah salah. Bagaimana kalau pimpinan salah? Lihat dan ingat atau kembali ke pasal 1.
Menang-menangan dalam birokrasi memang begitu kuat, akhirnya bawahan hanya menjadi kroco saja dan mau tidak mau harus melaksanakan perintah pimpinan.
Salah atau benar urusan belakangan yang penting perintah telah terlaksana dengan baik. Akal budi dan hati nurani tidak perlu lagi perintah lebih tinggi derajatnya. Ini diyakini dan dibatinkan serta dijadikan acuan untuk menjalankan tugasnya.
Tatkala ada dampak atau menimbulkan konflik siapa yang bertanggungjwab? Pasti dibebankan pada kroconya.
Kemana pimpinanya? Pimpinan tidak pernah salah, bawahan yang salah menjabarkan, salah dalam melakukan perintah.
Pimpinan akan mengatakan, “Perintah sudah jelas dan tegas. Tidak perlu dinalarpun sudah bisa dijalankan dengan baik dan benar. Buktinya tidak ada yang bertanya. Dan tidak semua salah atau menimbulkan konflik, berarti memang salahnya si bawahan”.
Bagi bawahan memang dilabel sebagai kroco , “Dosa tak terampun, jasa tak terhimpun “.
Hak-haknya dihilingkan dan semua diganti dengan pengabdian. Semua diabdikan dengan sepenuh hati.
Di bawah perintah akan menimbulkan tekanan sekaligus kebanggaan. Tekanan karena mendapat beban, adapun kebanggaan karena mendapat anugrah dan kepercayaan pimpinan.
Selalu menaruhkan buluh bekti (pengabdian sepenuh hati) atau ngawulo. Pejah gesang tumut ndoro (hidup mati ikut pimpinanya).
Kesetiaan dan loyalitasnya sebatas ubyang ubung, regudak regudug pamer dengkul dan membuang otak dan anti kecerdasan.(CDL-Jkt191015)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana