Berkas Polisi Pemeras Pengusaha Akan Dilimpahkan

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri segera melimpahkan berkas perkara pemerasan dengan tersangka seorang perwira polisi. Korban pemerasan adalah pengusaha karaoke di Bandung, Jawa Barat. Sementara pelakunya adalah polisi berpangkat ajun komisaris besar polisi berinisial PN.

Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Korupsi Komisaris Besar Djoko Purwanto, Kamis (8/10/2015), mengatakan, berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa alias P21. Karena itu, penyidik tinggal melakukan pelimpahan tahap II untuk dilanjutkan ke penuntutan.

“Pekan depan kita limpahkan tahap II,” kata Djoko di Markas Besar Polri, Jakarta. Namun, dia belum bisa memastikan kapan tepatnya pelimpahan itu akan dilakukan.

Dalam pelimpahan tahan II nanti, penyidik akan melimpahkan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangka.

Berdasarkan keterangan yang juga sudah diambil oleh penyidik dari sejumlah saksi, dugaan pemerasan makin kuat. Saksi yang dihadirkan oleh penyidik berasal dari saksi di lokasi tempat hiburan termasuk anak buah PN saat penggerebekan terjadi.

Satu aspek terakhir yang membuat PN semakin ditekan dengan pasal pemerasan adalah dia tak mampu menunjukkan surat perintah penggeledahan di Bandung. Tidak hanya itu, barang bukti narkoba yang PN jadikan dasar melakukan pemerasan pun tak bisa ditampilkan saat pemeriksaan

“Barang bukti tak bisa ditunjukkan, surat pemeriksaan terhadap para ‘pemilik’ narkoba pun tak ada,” ujar Djoko.

Penyidik yakin PN melakukan pemerasan. Dugaan perwira Polri ini melakukan aksi pemerasan bersama orang lain masih tetap terbuka. Hal tersebut didasari oleh penyertaan Pasal 55 KUHP dalam tuduhan terhadap PN.

Pasal 55 KUHP berbunyi tentang melakukan tindakan melawan hukum dengan bantuan orang lain.

Sebelumnya PN bertugas di Direktorat Narkotika Badan Reserse Kriminal Polri. Saat sedang melakukan penindakan di sebuah diskotek di Bandung, pemilik diskotek menolak ditangkap dan menjanjikan uang sebesar Rp5 miliar kepada perwira tersebut.

PN diduga telah menerima uang Rp3 miliar dari pemilik diskotek tersebut dan berniat untuk menyelesaikan sisa kesepakatan sebesar Rp 2 miliar. Namun, akhirnya PN diciduk rekan satu institusinya sendiri sebelum sempat menuntaskan perjanjian dengan sang bandar.

“Kami kenakan dia dengan Pasal 12 e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang artinya adalah yang bersangkutan menggunakan kewenangannya dan memaksa. Ancaman sembilan tahun,” kata Djoko.(Cnn/Dod)

Share