TRANSINDONESIA.CO – Mantan Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang memvonisnya dengan hukuman lima tahun penjara.
Sebelumnya, Udar hanya divonis bersalah atas dakwaan menerima gratifikasi dalam penjualan mobil pelat merah ke perusahaan perserta tender proyek pengadaan halte TransJakarta.
Kuasa hukum Udar, Tonin Tachta Singarimbun mengatakan, permintaan banding telah diajukan hari ini, Jumat (25/9/2015).
Permintaan banding itu diformalkan dengan akte nomor 31/Akta.Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST.
Dikatakannya, banding diajukan lantaran Udar disebut menerima uang Rp77,5 juta dari mobil Toyota Kijang LSX 2002 bekas lelang yang dijualnya.
Diketahui, hakim memutus Udar bersalah karena mendesak karyawan PT Jati Galih Semesta, Dedi Rustandi, untuk membeli mobil itu dengan harga Rp100 juta. Harga itu lebih tinggi dari harga lelangnya, sekitar Rp22,4 juta.
Berdasarkan fakta persidangan, Dedi saat itu menyampaikan permintaan tersebut kepada bosnya, Yeddie Kuswandy. Namun Yeddy tidak berminat.
Selanjutnya, Udar melalui pegawainya yang bernama Mirza Ariandi mengubungi Yeddie agar bersedia membeli mobil tersebut. Kala itu Yeddie tetap tidak bersedia membeli mobil, tapi Udar ngotot.
Menurut Tonin, harga pasaran mobil tersebut sebenarnya mencapai Rp120 juta sehingga angka yang ditawarkan kliennya wajar-wajar saja. Si pembeli mobil pun, kata dia, telah menyampaikan di persidangan bahwa mobil tersebut akhirnya dibeli karena harganya lebih murah dari harga pasaran.
“Dia menerima uang karena menjual lewat perantara,” kata Udar. “Jaksa menyebut harga mobil Rp22 juta, padahal itu harga tebus dum (lelang) Pemda DKI.”
Selain itu, Tonin juga berkeras kliennya harus bebas lantaran selama ini dikenal sebagai tersangka korupsi dan pencucian uang. Sementara kini, dia justru divonis bersalah dalam kasus gratifikasi.
“Tidak ada perbuatan korupsi, TPPU (tindak pidana pencucian uang) dan gratifikasi, jadi udar harus bebas,” kata Tonin.
Penjualan mobil ini dipermasalahkan lantaran tak lama setelahnya PT Jati Galih dinyatakan memenangkan tender. Yeddie sebagai Direktur Utama bersama dengan Bernard Hutajulu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pun menandatangani surat kontrak pekerjaan perbaikan koridor senilai Rp 8,3 miliar.
Udar dijerat Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.(Dod)