TRANSINDONESIA.CO – Pergantian ini digambarkan sebagai “penusukan dari depan” – serangan brutal terhadap sang pemimpin oleh Malcolm Turnbull yang sudah lama mendambakan duduk sebagai perdana menteri Australia.
Desas-desus bahwa kabinet dan anggota parlemen dari partai yang memerintah kembali khawatir tentang kinerja Tony Abbott sudah beredar sejak awal pekan lalu.
Daftar yang bocor, berisi nama-nama menteri yang ingin disingkirkan oleh Abbott, dilaporkan membuat banyak orang di kabinet marah.
Lantas pada Senin, dua jajak pendapat umum yang diselenggarakan oleh dua perusahaan media besar menunjukkan kemungkinan akan ada banyak suara yang beralih dari partai pemerintah dalam pemilihan sela di Western Australia Sabtu mendatang (19/9/2015).
Ketika Turnbull yang menjabat sebagai menteri komunikasi mengumumkan niatnya untuk menantang Tony Abbott pada Senin sore (14/9/2015), ia berbicara jujur.
Dalam pemungutan internal partai, Perdana Menteri Tony Abbott dikalahkan oleh Turnbulll sebagai pemimpin Partai Liberal yang berkuasa. Dengan demikian Turnbull akan menjadi perdana menteri selanjutnya.
Kepada para wartawan, ia mengatakan bila Abbott tetap berkuasa, koalisi Nasional-Liberal akan kalah dalam pemilihan umum yang dijadwalkan akan digelar pertengahan tahun depan.
Ditambahkannya, perdana menteri gagal membuat terobosan ekonomi; kehilangan kepercayaan di sektor bisnis; gagal membeberkan tantangan dan peluang yang dihadapi bangsa; dan mengembangkan kebijakan sambil berjalan.
Pengalaman Buruh
Bagaimanapun, banyak orang di dalam koalisi sudah mewanti-wanti agar Tony Abbott tidak dilengserkan agar tidak sampai mengalami bencana kemimpinan seperti yang terjadi pada pemerintahan partai Buruh sebelumnya.
Kala itu, Wakil PM Julia Gillard menggusur pemimpinnya Kevin Rudd, tetapi tak lama kemudian Rudd balik melengserkan Gillard. Rudd akhirnya dihukum oleh pemilih dalam pemilihan umum tahun 2013.
Lantas bagaimana Liberal mengalami persoalan ini?
Pemerintah menjalani bulan-bulan pertama dengan baik dua tahun lalu.
Pemerintah mewujudkan janji pemilu untuk mencabut pajak bagi para emitor gas rumah kaca terbesar di negara itu atau dikenal dengan nama pajak karbon. Pemerintah juga mencabut 30% pajak keuntungan dari batu bara dan biji besi.
Kebijakan imigrasi yang ketat, termasuk mengusir perahu-perahu yang membawa imigran dan memaksa kembali ke perairan Indonesia, memang mampu mengerem arus pencari suaka.
Langkah itu disambut masyarakat Australia tetapi mantra Abbot yang menyebutkan bahwa ia “menghentikan perahu” dan “memotong pajak” akhirnya tidak mujarab lagi.
Ketidakmampuannya menjelaskan langkah-langkah pengetatan anggaran dan kegagalannya meyakinkan senat untuk menyetujui penghematan anggaran tercermin dalam berbagai jajak pendapat.(Bbc/Nov)