Rupiah Terpuruk, Tahu-Tempe Makanan Mewah

Tahu dan Tempe
Tahu dan Tempe

TRANSINDONESIA.CO – Terpuruknya nilai mata uang Rupiah terhadap Dolar AS, membuat berbagai komoditas bahan baku impor terkena imbasnya. Salah satunya kenaikan harga kedelai impor dari Amerika yang membuat harga tahu dan tempe melambung.

Harga kedelai impor asal Amerika Serikat saat ini bervariasi di pasaran. Mulai dari Rp7.600 hingga Rp8.000 per kilogram. Harga tersebut mengalami kenaikan akibat melemahnya Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.

Pasalnya, jika dalam kondisi normal, harga kedelai impor tersebut rata-rata hanya Rp7.200 per kilogram. Kenaikan harga bahan baku tahu dan tempe ini dikeluhkan oleh para perajin dan pedagang tahu-tempe karena langsung mempengaruhi ongkos produksi sehari-hari.

Seorang perajin tahu dari Sentra Produksi Tahu Cibuntu Bandung, RJawa Barat, ahmat, mengatakan, dalam sehari rata-rata pabriknya membutuhkan sekitar 2 ton kedelai impor untuk memproduksi tahu.

Dengan adanya kenaikan harga kedelai maka ia pun terpaksa mengecilkan ukuran tahu dan menaikkan harga jualnya kepada konsumen. Contohnya, tahu berukuran kecil yang asalnya dijual Rp300 per butir kini dijual Rp500 per butir.

“Apa boleh buat, harganya naik terus-terusan. Kalau saya berhenti (berproduksi) saya mau kerja apa? Nggak ada pemasukan. Jadi untuk mensiasatinya ukuran diperkecil, harganya dinaikkan. Tolonglah ke semua pihak, khususnya ke Pak Jokowi, tolong stabilkan harga-harga. Kayak kemarin-kemarin ya cukup lah sudah standar harga-harga (di pasaran). Kalau sekarang mah aduh…,” keluh Rahmat, seorang Perajin tahu di Sentra Produksi Tahu Cibuntu Bandung.

Sementara itu, Ketua Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) Kota Bandung, Asep Nurdin, mengatakan, kenaikan harga kedelai impor ini sudah berlangsung sejak Lebaran lalu. Meski kenaikan harganya tidak langsung drastis, namun terjadi terus menerus dan lama kelamaan menjadi mahal.

Asep Nurdin, Ketua Kopti Kota Bandung mengatakan, “Perajin tahu-tempe lebih cenderung menyukai kedelai impor dibanding kedelai lokal. Soalnya kalau (kedelai) lokal tidak tahan lama. Kedelai impor kan ada rekayasa genetiknya. Kedelai lokal itu memang produktivitasnya tidak banyak, khususnya di Jawa Barat.”

Selain dikeluhkan para perajin dan pedagang tahu-tempe, kenaikan harga kedelai impor ini juga dikeluhkan para ibu rumah tangga. Pasalnya, selama ini tahu-tempe merupakan makanan sehat yang murah meriah sebagai pengganti lauk daging atau ikan. Kini, akibat kenaikan harga kedelai tersebut, tahu-tempe bak makanan mewah.

“Kemarin daging sapi yang mahal, terus daging ayam. Eh, sekarang tahu-tempe ikutan mahal juga. Terus kita mau makan apa kalau begini? Coba pemerintah tolong perhatikan masalah ini. Kita ibu-ibu yang bingung kalau semua pada mahal,” ujar ibu Ina.

“Saya bingung sekarang, mau masak apa-apa kok pada mahal. Ini baru beli tahu, biasanya Rp7000 dapat 10 biji, sekarang cuma dapat 6 biji,” timpal Mimi, seorang ibu rumah tangga lainnya.

Hingga saat ini para perajin tahu-tempe sebagian besar masih mengandalkan kedelai impor sebagai bahan baku produksi sehari-hari. Selain kualitasnya lebih bagus untuk pembuatan tahu, kedelai impor juga lebih mudah untuk didapatkan dan harganya relatif lebih murah dibandingkan harga kedelai lokal.

Saat ini, harga kedelai lokal rata-rata sudah mencapai Rp9000 per kilogram. Selain itu, kedelai lokal pun jumlahnya tidak sebanyak kedelai impor karena tergantung panen.(Voa/Din)

Share