
TRANSINDONESIA.CO – Balung kere dapat dipahami sebagai sikap yang senang kalau semua jadi susah atau melarat semua, kesukaan atau kegembiraanya kalau melihat orang susah, dan akan susah karena iri melihat orang senang.
Balung kere merupakan sikap mental para pecundan yang menjadi benalu, menggerogoti dari dalam sikap pengecut, penakut dan hanya mencari senang sendiri. Sikap dan sifatnya sebagai penjilat, safety player, yang sibuk mencari cantolan kekuatan untuk mengantungkan hidup dan kehidupannya.
Dalam pewayangan mental-mental balung kere ini bisa dilihat dari watak Sengkuni yang senang mengadu domba, mengajarkan yang keliru, memancing kerusuhan dan konflik.
Perang Bharatayuda terjadi salah satunya sikap dan iri dengki Sengkuni terhadap Pandawa yang dengan memanas-manasi situasi dan terjadilah konflik berkepanjangan dan musnahnya Kurawa.
Watak-watak Sengkuni muncul dalam birokrasi terutama dari para pecundang dan benalu yang sedang dalam posisi nyaman, dan mapan. Mereka akan menggeliat mengeluarkan jurus-jurus Sengkuni untuk menggerogoti.
Demikian halnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perebutan sumber daya selalu dijadikan ajang konflik dan cara-cara preman dibangga-banggakan.
Saling serang, hujat, menyalahkan bahkan saling membunuhpun akan dilakukan. Siapa yang sukses, yang maju akan dihajarnya, siapa yang mempunyai pemikiran dan ide-ide baru yang akan memajukan dianggap sebagai musuhnya.
Balung kere memang watak Sengkuni yang akan membumi hanguskan dan meluluh lantakan hidup dan kehidupan. (CDL-130815)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana